Di tengah kota Ambon, tepatnya dibelakang
lapangan merdeka *kalau belum tau lapangan Merdeka, bisa dibaca disini*
terdapat sebuah patung yang berdiri kokoh dengan mata menyala, garis muka
keras, dan mulutnya yang seolah ingin berteriak “Seraaaaaang!” Ya, dialah tokoh
pahlawan nasional kita Kapiten Pattimura atau yang bisa dikenal dengan Thomas
Matulessy.
Patung ini dibuat dengan gaya seolah
ingin menyerang kolonial Belanda, dengan parang ditangan kanan dan salawaku di
tangan kiri, *salawaku adalah tameng/perisai khas Maluku*. Dua benda ini adalah simbol kemerdekaan rakyat Maluku, dan dua benda ini selalu bersama, coba perhatikan tarian Cakalele. Pasti ada parang dan salawaku di kedua tangan penari.
Pattimura park atau taman Pattimura
didirikan sekitar tahun 1998, patung ini dibangun untuk menggantikan patung
Pattimura yang kemudian diletakkan di museum Siwalima *ini menurut ceita*, tapi
kalau saya bilang lebih kelihatan hidup yang di Siwalima.
Taman Pattimura dibangun dengan luas
areal 11.000 M2, disekitar taman ini terdapat dua lapangan basket dan voli, taman
terbuka hijau, dan air mancur yang kadang keluar kadang nggak hehe. *maklum
Ambon sering mati lampu*.
Pedestrian, agak kurang terawat sih kubilang, sayang padahal tamannya bagus |
Nah kemudian saya mikir, kenapa patung
Pattimura dibangun disini. Bertahun-tahun saya nyari filosofi ini, sampai
akhirnya ketika saya pergi ke Saparua sebuah daerah di Maluku Tengah, saya
menemukan jawabannya. Jadi, Thomas
Matulessy atau Kapiten Pattimura adalah penduduk asli Saparua yang kita tau
beliau ini berjuang melawan Belanda pada tahun 1817, tau kan Belanda datang ke
Maluku untuk apa? Ya, nggak lain karena ingin menguasai fuli dan pala yang saat
itu nilainya lebih tinggi daripada emas. Belanda saat itu ingin memonopoli
perdagangan rempah-rempah, ya kita sebagai pribumi nggak terima dong dijajah
semena-mena.
Tugu Pattimura sebelum sempurna dibangun |
Di Saparua,
Belanda mendirikan sebuah benteng bernama Duurstede yang saat itu menjadi
tempat perlindungan Belanda. Singkat cerita, karena Belanda terus merongrong
pribumi dalam menguasai rempah-rempah, Kapiten Pattimuran berinisiatif
menyerang Belanda. Alhasil Kapiten Pattimura berhasil mengambil alih Benteng
Duurstede yang dikuasai Belanda. Pada tanggal 15, bulan Mei tahun itu,
Pattimura bersama pengikutnya menyerang dan menguasai benteng tersebut,
kemudian membunuh semua prajurit dan masyarakat sipil, kecuali anak
bungsu Van den Berg, Residen Kasteel Duurstede.
Selesai sempurna dibangun, ada buah pala terbuka simbol rempah-rempah Maluku |
Belakangan, ada yang membocorkan tempat
persembunyian Pattimura pada Belanda Belanda mengajak berunding dan berbicara, padahal sebenarnya Pattimura
dibohongi, ia kemudian dikirim ke Ambon dan disiksa disana. Kemudian bulan Desember 1817 di salah satu bagian
Benteng Victoria Pattimura digantung. Tempat Pattimura digantung itulah
kemudian didirikan tugu Pattimura sebagai tanda penghormatan terhadap jasa-jasa
dan perjuangannya.
Dan tepat
diseberang berdirinya tugu Pattimura inilah terdapat benteng Victoria. Dulu
saya sempat bingung loh dimana terdapat benteng Victoria, ealah ternyata
benteng ini tinggal nyebrang dari lapangan Merdeka. Soalnya benteng Victoria
bentuknya sudah tidak menyerupai benteng lagi jadi ya agak rancu untuk
mengenali kalau ini benteng, karena lokasi terdapatnya benteng sudah dibangun
markas TNI berikut perumahannya.
Patung Pattimura yang tingginya 7 meter
itu terbuat dari perunggu dan menghabiskan dana sekitar 2M
Air mancur yang senin kamis keluarnya hee |
Walikota
menjelaskan filosofi dari tinggi monumen dari muka lantai delapan meter dan
tinggi patung dari atas dudukannya adalah tujuh meter menunjukkan angka
15 sebagai tanggal perjuangan Pattimura dan kawan-kawannya melawan penjajah Belanda.
Monumen Pattimura didukung oleh lima kolam penyangga menunjukkan angka lima sebagai bulan Mei. Anak tangga menuju monumen Pattimura berjumlah 10 dilengkapi pelataran berpola delapan buah anak panah menunjukkan angka 18 dan keempat sisi kolom penyangga monumen dilengkapi dengan 17 balok greel menunjukkan angka 17 sehingga digabungkan menjadi tahun 1817. (Nasional kompas)
Monumen Pattimura didukung oleh lima kolam penyangga menunjukkan angka lima sebagai bulan Mei. Anak tangga menuju monumen Pattimura berjumlah 10 dilengkapi pelataran berpola delapan buah anak panah menunjukkan angka 18 dan keempat sisi kolom penyangga monumen dilengkapi dengan 17 balok greel menunjukkan angka 17 sehingga digabungkan menjadi tahun 1817. (Nasional kompas)
Tugu Pattimura nampak kejauhan |
Berkali-kali ke tugu ini saya nggak
begitu memperhatikan kalau terdapat pahatan diorama ketika Kapiten Pattimura
merebut benteng Duurstede sampai ia digantung di depan benteng Victoria. Tapi
beberapa waktu lalu sebelum akhirnya saya pindah ke Bekasi, saya sempatkan
untuk main kembali ke taman ini untuk mengamati betul pahatan yang terdapat
disana. Diorama ini meskipun singkat tapi jelas menggambarkan perjuangan beliau
mempertahankan kemerdekaan tanah air.
Kayaknya ini waktu masyarakat Saparua menjebak Belanda yang datang dan membunuh mereka |
Nah ini nggak ngerti maksudnya apa hee |
Ini kayaknya masyarakat Saparua yang mencegat Belanda datang |
Nah ini benteng Duurstede itu, ketika masyarakat Saparua berusaha merebutnya |
Entah ini siapa yang dihukum mati, apa iya christina Martha Tiahahu, entahlah |
Ini siapa ya kira-kira yang dibuang jenazahnya. Yang jelas saya tau ini adalah laut Banda, |
Ini Kapiten Pattimura yang dihukum gantung oleh Belanda T_T, kejam! |
Yah, sudah sepatutnya kita sangat
menghargai jasa-jasa para pahlawan yang berjuang habis-habisan mempertahankan
tanah air tercinta, mengisinya dengan kegiatan yang sangat bermanfaat,
menuliskan kembali sejarah agar sejarah tidak usang dimakan waktu, ini lebih
baik daripada berdebat ngurusin politik di medsos hee…
Kalau mau lihat kondisi Pattimura Park, lihat video dibawah ya
Bekasi, 22042017
Dalam sepenggal rindu di tanah
Maluku
wah,asik bamanda, mbak manda
ReplyDeleteBerarti itu lokasi tempat beliau digantung ya...
Iya menurut informasi begtu
DeleteKan namanya Thomas Matulesy..kenapa jadi patimura ya..kalau kapiten kan karena pangkat kapten yang disematkan, tapi penyebutan warga dulu itu kapiten (bener ngga ya?)
ReplyDeleteNah itu dia bang, saya juga bingung, knp jd Pattimura ya namanya hee
DeleteAku belum kesampaian nih ke Ambon, terakhir berkunjung ke Ternate tahun 2015 yang lalu dalam rangka tugas dinas... kangen menjelajah Indonesia lagi.
ReplyDeleteAyoo...ayo kemari..
DeleteDuh... pengen banget injak maluku. Sayang, jauh banget haha... Btw, kunjungi juga yah blog saya kak hehe. http://namaguerizal.blogspot.co.id/2017/04/keberagaman-masyarakat-hingga-capaian.html
ReplyDeleteJauhan juga Eropa haha.. :D masih Indonesia mah ga jauh hihi
Deleteaku suka sekali sejarah dan banyak belajar dari sejarah. Dan aku juga suka ke tempat2 yang berlaatr belakang sejarah. Tapi jauh dari tempatku ini
ReplyDeleteIya sayang sekali. Semoga nanti bsa main ke Maluku ya mba
Deletehuwaaa sedih dihukum gantung. Minusnya taman bersejarah gini ini kurang papan info atau tour guide yang menjelaskan sejarah di sana.
ReplyDeleteIya kurang papan info, sayang ya :D
Deletecc : pemkot kota Ambon
Saia merasa beruntung, bbrp waktu silam pernah mampir ke Ambon dan Saparua walau sebentar. Tempat yang penuh sejarah.
ReplyDeleteKhususnya Saparua, masih terngiang saia motor2an sambil hujan2an di jalanan sepi di pulau itu, hingga mampir ke rumah kelahiran Pattimura di daerah Haria.
By the way, salam kenal mbak :-)
Salam kenal kembali, pasti senang ya bisa mampir ke Indonesia Timur ^^
DeletePengen ke Ambon lah mbak, ingin melihat situs sejarah yg ada disana, dan merasakan makanan khas Ambon.
ReplyDeleteAku belum pernah ke Ambon. Bayanginnya jauh ya hehehe kalo dikasih kesempatan traveling ke sana, aku mau de tur Saparua lihat jejak rekam Kapitan Pattimura, ternyata banyak sejarah yang mungkin belum terekspos di media ya. Tks infonya mbak Amanda.
ReplyDelete