Thursday, 5 October 2017

Menyelami Sejarah Banda Naira Di Rumah Budaya Banda


Banda Naira sebuah pulau kecil di tanah Maluku *tepatnya Maluku Tengah* ini kaya akan sejarah, tapi sayangnya orang tidak banyak yang tahu hal ini. Sumpah, kalo saya nggak tinggal di Ambon, saya nggak akan tahu Banda itu dimana, ada apa saja disana, apa yang terjadi sebelumnya. Beruntunglah Allah kasih kesempatan saya untuk menjelajah tanah Banda di tanggal 1 Juni *pas banget ulang tahun saya* di tahun 2012, perjalanan seminggu sampai bolos-bolos kantor ini nggak akan pernah bisa saya lupakan. Kesimpulan yang saya dapat setelah mengunjungi Banda adalah, TIDAK ADA BANDA TIDAK ADA INDONESIA.

Seperti yang pernah saya ceritakan sebelum-sebelumnya pada beberapa postingan tentang Banda, bahwa bangsa Eropa mengendus adanya rempah-rempah yang nilainya lebih tinggi dari pada emas, mereka bahkan berupaya memonopoli rempah-rempah agar benda tersebut bisa dimiliki seutuhnya. Berbagai upaya pun dilakukan Belanda untuk mendapatkan rempah-rempah, mulai dari memikirkan strategi perang sampai membunuh sebagian rakyat Banda. Nah sebab Belanda ingin memonopoli pala dan cengkeh itulah membuat banyak sekali orang Belanda datang ke Banda. Tidak dipungkiri, kita dapat melihat banyak bangunan Belanda di setiap sudut kota Banda, bahkan bangunan tersebut berhadap-hadapan, tau sendiri kan bangunan Belanda itu gimana khasnya. Punya banyak pilar, pastinya warna putih dan bangunannya megah.

apakah sudah mirip none Belande :p

Meriam-meriam peninggalan Belanda pun dibiarkan menghiasi jalan-jalan Banda, Benteng, Gereja tua, semuanya dapat kita lihat dengan jelas bahwa ini adalah peninggalan Belanda. Dan semuanya masih terawat dengan baik di sana.


Peninggalan Belanda tak hanya itu, di rumah budaya Banda kita dapat melihat dengan jelas apa maksud tujuan Belanda datang kemari, disini kita bisa melihat benda-benda bersejarah peninggalan Belanda. Ada lonceng tua, meriam, uang kuno, guci-guci, piring-piring kuno, satu set sofa lengkap dengan gramofonnya. Yang entah masih bisa dipakai apa nggak. Rumah budaya Banda ini pun berdiri dengan gaya kolonial yang apik. Banyak sisi-sisi ruang yang bisa kamu pakai buat melengkapi media sosialmu
yang saya bingungkan, kenapa Gramofon diletakin di meja ruang tamu :D? foto by : Chandra kw

piring-piring kuno peninggalan Belanda, foto by : Chandra kw

Ada pula diorama singkat berupa lukisan tentang pembantaian rakyat Banda oleh Belanda. Tapi sayang, rumah budaya ini agak kurang tarawat, dan berdebu. Ada banyak barang-barang yang dibiarkan begitu saja dan diletakkan seadanya, padahal bernilai historis tinggi. Yang saya takutkan, kalau ada yang datang kemari terus iseng ngambil, nah.. kejadian deh barang berharga milik rakyat Banda ilang. Nggak cuma itu, ada beberapa barang yang diberikan info seadanya, sumpah banyak barang-barang yang akhirnya bikin saya bertanya-tanya, ini apa dan ada dari tahun berapa, fungsinya apa. Mudah-mudahan kedepan Banda lebih terperhatikan lagi dari sisi informasinya. Anyway, kebersihan yang agak kurang dijaga ini tidak seimbang dengan biaya masuknya sebesar Rp.20.000, maak.. mungkin karena Banda banyak didatangi warga asing, jadi untuk turis lokal pun pukul rata. Muahal tenan T_T

ada mutiara, keris, uang kuno, postcard

meriam tak berinfo :D, foto by :Glenn Wattimury

Lihat senjata khas Belanda yang suka kita lihat di film-film jadul, foto by :Glenn Wattimury

Nah sama, ini juga senjata, Foto by : Glenn Wattimury

Aduh sayang itu nggak dikacain, kalo dicolong gimana T_T, foto by : Glenn Wattimury

Ini sepertinya uang-uang jaman dulu dari beberapa negara, foto by : Glenn Wattimury


Museum budaya Banda terletak di tengah kota, dikelilingi bangunan-bangunan klasik ala Eropa membuat kita merasa, “Ih ini ada di Maluku?” lokasinya bersebrangan dengan Delfika guest house, tempat menginap sekaligus makan favorit saya selama di Banda tapi waktu saya di Banda nginepnya di Delfika 2 lebih modern hehe.. Anyway di Banda nggak ada angkot ya, bahkan mobil adalah barang mewah disana. Ya,.. jadi kalau mau puas mengelilingi Banda, bisa sewa sepeda atau jalan kaki. Selamat menikmati Banda :)

Guci-guci yang berdebu

Buset, loncengnya tua banget umurnya :-0

salah satu sudut museum, foto by : Chandra kw

kalo yang kotak-kotak itu namanya uang nugget

How to Banda Naira?
Ada pesawat perintis dari Ambon dengan harga tiket sekitar Rp.600.000 yang datang 1 pekan sekali, kalau naik pesawat hanya kurleb 1 jam kurang, tapi siap-siap zikiran terus ya. Soalnya horror naik pesawat baling-baling yang ngomong aja kudu teriak. Kalau kamu nggak punya nyali, mending jangan naik ini.

Naik kapal dari Ambon dengan harga tiket sekitar Rp.400.000an yang datangnya seminggu 3x. Tapi naik kapal harus rela duduk selama 8 jam gengs. Dan perjalanan jauh ini harus bobok, yang pastinya kamu beli tiket kelas 1 kalau pengen lebih privasi. 

11 comments :

  1. Siapa nama nona manis yang pakai topi dan masih langsinggg, lonceng sama nona manis aja , langsingan si nonaaaa :)

    ReplyDelete
  2. sayang banget ya tempat bersejarah tidak terjaga dengan baik di banyak tempat. Semoga ada kesempatan pergi ke sana, sering mendengar namanya tapi tak tahu cerita di dalamnya ada apa di Banda Naira

    ReplyDelete
  3. Barang2nya kuno banget ya, musti dijaga dan dirawat dengan baik. Aset budaya yang harus tetap dilestarikan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Harus banget dilestarikan, soalnya ini aset anak cucu kita

      Delete
  4. Kapan ya aku bisa jalan-jalan ke sini. Pesawat ke Indonesia timur mahal-mahal semua sih. Hiks...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanti kalau ada promo tiket murah tak kasih tau ya..

      Delete
  5. HAH...uang Nugget??? Haha aku pikir cuma nama makanan doang nugget. Ternyata uang juga ada yg namanya nugget. Lucu ajah..

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)