Monday, 5 February 2018

Jangan Mati Sebelum Ke Banda


Ini sebenernya perjalanan lama saya ditahun 2011, waktu kami berdua masih langsing belum punya Naqib dan masih menikmati masa-masa jadi pengantin baru, kira-kira saya baru setengah tahun lebih sebulan menikah dan belum hamil. Dan perjalanan ini adalah hadiah ulang tahun saya, karena kami pergi pas saya ulang tahun ke 25 *konon katanya sih begitu haha*.


Jadi waktu saya lagi ngegosok, suami saya tiba-tiba bilang, “Hayo kita ke Banda”
“Banda?” pikiran saya langsung pergi ke Aceh, saya pikir Banda Aceh. Kok ya jauh banget ngajak travelling :D
“Banda Aceh?”
“Bukan, Banda Naira”
“Itu dimana?”
“Di Maluku Tengah”
“Emang disana ada apaan aja sih? Emang disana bagus apa?”
“Coba nayang buka google, awal mula Indonesia di jajah ya dari Banda ini.”
“Emang disana ada apa, sampai Indonesia di jajah gara-gara Banda.”
“Pokoknya nanti kita pergi ya, biar tau disana ada apa aja” ah paling nggak asyik, begitu pikir saya. Dulu, saya belum seutuhnya jadi blogger, jadi diajak jalan-jalan ya udah ayo aja, nggak excited banget kayak sekarang, jalan-jalan pengen nambah isi blog.


Singkat cerita, tibalah pada hari H, kami pergi ber-5, saya, suami, mas Topan, Chandra dan istrinya Teh Ambar, *cowok-cowok ini satu kantor dengan suami*, saat itu cuaca buruk sedang menghantui Ambon. Biasa Ambon itu kalau hujan nggak inget waktu, bisa seharian, bahkan bisa 2 hari nggak pakai jeda. Jadi ketika kami pergi hari itu, cuaca sedang buruk-buruknya, dan parahnya kami berangkat dengan pesawat perintis. Tau kan pesawat perintis, dimana pilotnya kelihatan ketika mengendarai pesawat, dan nggak ada pramugari seksi membagikan makanan. Duduknya pun diatur untuk menyeimbangkan pesawat, nggak ada kamar kecil dan nggak boleh jalan-jalan di koridor pesawat. Ini perjalanan ter-horor saya selama hidup wkwk… Namun, inilah petualangan. hadapi, kalau tidak kamu tidak akan punya cerita.
 
Tuh kan kita sama-sama kurus :D foto by : Chandra KW

Kurang lebih 45 menit kami terbang dan akhirnya mendarat di Bandar Udara Banda Naira dalam keadaan pesawat tertiup angin, dan kami turun tak seimbang, bayangin aja betapa horornya perjalanan kami. Alhamdulillah saat tiba di Banda, cuaca baik, aroma manjah, dan aman untuk jalan-jalan. FYI, penerbangan hanya ada 3 hari sekali di Banda, entah sekarang. Jadi kalau mau ke Banda harus tau jadwal terbangnya kapan, karena bisa dipastikan bandara akan tutup jika tidak ada jadwal penerbangan, wkwk.. ya maklum, Naira hanya daerah kecil di Maluku Tengah sana.
Begitu sampai, mas Topan bertanya pada pihak Bandara apakah mereka menyediakan kendaraan untuk sampai di penginapan, ternyata ada dan Alhamdulillah kami semua naik motor :D eaa.. jadilah dari Bandara kami mengendarai motor sampai penginapan, Delfika namanya. Penginapan sekelas hostel ini saya bilang bagus, kamarnya rapi, bersih dan eksotisnya langsung menghadap gunung api Banda. Uedyaan, dari atas pun kami dapat melihat betapa jernihnya laut Banda. Rasa lelah dan trauma naik pesawat limbung pun terlupakan karena kami langsung terpukau keindahan perairan Banda yang bening.

wkwkwk... barang-barang kami diangkut dengan gerobak, foto by : Chandra kw


Kericuhan pun terjadi saat pembagian kamar, karena Chandra jomblo sendirian, ya sudahlah kami gagal tidur berdua-dua, karena nanti yang ada si Chandra bakalan tidur sendirian, demi jiwa pertemanan maka kami mengalah, saya tidur dengan si teteh dan laki-laki tidur bertiga.

Langsung jalan-jalan
Demi menuntaskan dahaga tentang Banda, kami pun langsung melipir keluar ketika baru saja sampai di Banda, kebetulan kami sampai siang dan belum makan, maka kami pergi menuju tengah kota. Jangan dibayangkan tengah kota gemerlapnya seperti apa, tetap di Banda kamu nggak akan menemukan kendaraan roda empat seliweran, karena penduduk di kota ini hanya menggunakan kaki atau motor sebagai moda transportasi. Iya, kemana-mana deket, jadi buat apa pakai kendaraan :D lebih sehat juga jalan kaki.

Makan siang di Delfika kota, pict by : Chandra KW

Di Banda, kami masih bisa melihat banyak rumah-rumah khas Belanda yang tidak digantikan dengan rumah bata masa kini. Penduduknya pun tidak mempunyai raut wajah yang khas seperti masyarakat Timur kebanyakan, suami saya bilang “Di Banda ini kamu nggak akan ketemu muka-muka khas Maluku” Nggak percaya dong, dan baru percaya setelah turun langsung ke lapangan. Belakangan saya baru tau, apa yang menyebabkan mereka tidak lagi mempunyai wajah yang khas seperti orang-orang Timur, ini dikarenakan pembantaian besar-besaran Belanda terhadap nenek moyang mereka, mereka tidak ingin ada orang Banda Asli di Banda Naira. Sebagian besar dibunuh, sebagian besar lagi melarikan diri ke pulau-pulau di seputar Maluku. Setelah Belanda yakin Naira kosong, mereka mendatangkan orang-orang dari luar Maluku untuk dipekerjakan di Naira. Mereka beranak pinak sampai sekarang. Kalaupun ada yang berwajah timur, mereka adalah keturunan Banda yang kembali lagi ke tanah kelahiran mereka, selengkapnya bisa dibaca disini, kenapa mereka sampai terusir di tanah kelahiran sendiri


Makan siang hari itu begitu nikmat, kami menikmati banyak panganan laut yang diambil dari perairan Banda. Ikan-ikan khas Maluku ini segernya minta ampun, bikin nagih.
Sebelum akhirnya kami tidur siang, kami menyempatkan untuk sedikit mengelilingi kota Banda yang walaupun kecil ternyata penduduknya banyak. Melihat sebuah monumen bernama Perigi Rante, tempat dimana 40 orang-orang kaya Banda dibunuh dan dibantai karena menentang keputusan Belanda. Malamnya, kita berkeliling menyusuri ‘pusat kota’, yang disebut pusat kota ini tempat dimana orang ramai berkumpul, lokasinya disekitar pelabuhan kalau tidak salah. Disini kita bisa lihat banyak pedagang menjajakan rempah-rempah khas Banda, asinan pala, kayu manis, cengkeh yang sudah dikeringkan, kayu putih dan banyaaak lainnya yang misalnya kita lewat tuh berasa wangi aroma rempah. Kami menikmati malam hari itu dengan terkagum-kagum.
Malam yang dingin sekali di Banda, saatnya kembali ke Guest House, sebelum tidur, kami duduk di tepian dermaga di belakang guest house Delfika, dari kejauhan kami melihat gunung api yang teguh, kokoh dan menyimpan banyak misteri. Selamat malam..

Parigi Rante, saksi bisu pembantaian orang-orang Banda, pict by : Chandra KW



2 Juni
Petualangan baru kita mulai hari ini, di tanggal ini. Pagi yang cerah di Banda, matahari bersinar terik. Sudah berhari-hari saya tidak berjumpa dengan matahari, maklumlah Ambon salah stau kota yang insensitas hujannya tinggi, dari hujan ketemu hujan lagi, bisa dipastikan seharian bakalan tidak ada matahari, dan dinginnya luar biasa. Kalau di Jakarta hujan turun seperti Ambon, saya pastikan semiggu akan jadi lautan Jakarta :D
Dengan sarapan nasi goreng buatan pihak Delvika, kami bersiap. Gunung Banda kokoh menyambut kami, “Hai para traveler, mau kemana katong hari ini?” iiih.. ga sabar.
Dari atas penginapan, kami melihat kesibukan para warga mengantri di dermaga penyebrangan pulau untuk menyusuri pulau-pulau yang mereka tinggali. Ya, Banda diitari banyak pulau disekelilingnya, sebut saja, Hatta, Lonthoir, Syahrir, Run, Ai, Nailakka dan banyak lainnya, di beberapa pulau ada yang ditempati ada pula yang tidak. Dan satu-satunya akses ke pulau-pulau tersebut hanya menggunakan kapal motor kecil. Di beberapa titik, saya melihat mama-mama menjemur ikan untuk diasinkan. Pagi yang mengagumkan, pikir saya.
 
Ma, tengok do sini ma, cantik paskali ee :p, taken foto by : Chandra KW


Pagi itu, matahari panasnya membara, kami membuka petualangan perdana dengan mengunjungi Benteng Nassau, Bisa jadi ini adalah benteng pertama yang dibangun di kota Banda, setelahnya menyusul Benteng Belgica dan benteng-benteng di pulau lain. Kisah kelam menghantui benteng ini ketika saya mendapati kisah, tempat inilah yang menjadi saksi bisu masyarakat Banda ramai di bantai oleh Belanda. Aroma mistis menggelayut, ditambah tempat ini sepertinya kurang terawat karena ilalang tumbuh dengan subur. Saya pun tidak bisa melihat dengan detail seperti apa bentuk benteng ini karena sudah tertutupi tumbuhan liar dimana-mana. Kami hanya bisa menyusuri jalan setapak dengan bulu kuduk meremang, hiyy.. mungkin tempat ini angker karena sudah dijadikan lokasi pembunuhan berantai. Saya membayangkan bagaimana sadisnya Belanda membunuh orang-orang yang memperjuangkan haknya ini. Mengerikan.. apa yang membuat Belanda tergila-gila pada pulau ini, sampai seluruh masyarakat Banda rela dihabisi? Tunggu ceritanya pada post selanjutnya ^^

(Akan kemana lagikah kami? Tunggu di kisah selanjutnya ya, to be continued)


41 comments :

  1. Duh mbak, senang sekali baca tulisannya. Rasanya pengen kesNa dengan suasana yg masih sama dgn apa yg di eritakan disini. Tapi... mungkin skg sdh banyak banget berubah yah.

    ReplyDelete
    Replies
    1. huum, semakin banyaknya turis, pasti akan semakin dipermak kotanya

      Delete
  2. kayaknya kalo liburan kesini, bener2 rasa stres saya bs ilang kaliya. suasana alam, danau..
    fill nya dapet banget

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mbaaa plisss deh, disini ga aada danau, yg ada di depan gunung itu laut 😀😀😀😀😀😀😀😀😀😀

      Delete
  3. Penerbangan hanya tiga hari sekali? aduh kenapa bisa begini ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya bisa aja, soalnya Banda hanya kota kecil jadi jarang yang datang kemari

      Delete
  4. Waaahh viewnya baguuuss yaaa disanaa..

    ReplyDelete
  5. Nice story mbak..
    Jadi pengen kesana jg, tp entah knp saya lbh ngebet k ora beach. Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ora beach biasa aja sih lautnya saya bilang, masih indah laut Banda, Ora lebih menang promosinya

      Delete
  6. Duh seru kayaknya ke Banda ya. Terlebih itu foto ama suaminya romantis ya, mengindikasikan kehadiran AADC3 kayaknya *Lol,anyway abis berapa itinerary ke Banda Mbak ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sekitar 5 jutaan berangkat dari Ambon, kalau dari Jakarta nggak tau ya heee....

      Delete
  7. Wah bagus ya indah apa lagi kalo kejadian nya sama kaya yang dicerita, hehe

    ReplyDelete
  8. Nahkan akukan jadi mau ke Banda juga

    ReplyDelete
  9. Bacanya ikut deg-degan, tega banget ye Belanda tuh, tapi memang bagus banget pemandangannya, hasil lautnya juga pasti banyak, makanya dulu jadi dijajah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg pasti di jajah karena rempah2nya mbak, bukan krn hasil lautnya

      Delete
  10. Wah Banda Neira, pengen ke sini belum kesampaian nih. Cakep kayaknya ya di sana, Ternate juga banyak benteng begini tapi kayaknya Banda indah banget :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya di Timur kan jajahan Belanda pertama kali, wajar kalau banyak benteng :)

      Delete
  11. Alhamdulillah beta sudah pernah ke Banda. Bahkan jaman dulu sering bnagte karena papa tugas disana selama 7 tahun. Sayangnya kenang2an itu hilang. Hhehe

    ReplyDelete
  12. Semoga saya bisa ke Banda deh, sayang banget tempatnya jauh.

    ReplyDelete
  13. Baca cercerita dan juga lihal foto fotonya sepertinya bagus dan menarik tapi kalau harus berpetualang dg pesawat seperti itu harha mikir 10 kali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Seru loh, pesawatnya juga nggak terlalu tinggi terbangnya

      Delete
  14. Akupun mba, lihat judulnya Banda. Kebayang OOO Banda Aceh. Pas baca, beda ternyata. Seru ya mba, berpetualang di tempat yang beda dari biasanya. Justru bagi saya, kegiatan seperti ini malah meninggalkan kesan mendalam yang tak terlupakan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama nggak akan pernah lupa pesona bawah laut banda mba :)

      Delete
  15. Jadi pingin ngerasain naik pesawat perintis mba.. Rasnaya deg-degan pasti yaa.. :D Aku baru tau nih cerita soal Banda ada pembantaian besar-besaran gitu.. :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, saya pun baru tau padahal dulu di buku sejarah pasti ada

      Delete
  16. Seru ih... Pesawat perintisnya, makanan lautnya...

    ReplyDelete
  17. semogaaaa aja aku bisa beneran datang kesana sebelum meninggal :) . masukin dulu ke list . Aku mungkin ga suka berenang dan ga suka pantai.. tapi kalo daerahnya ada banyak cerita sejarah seperti banda ini, apalagi kuliner lautnya enak dan segar, aku pasti suka :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau ke Ambon bilang2 mba, mungkin aku bisa buka jasa open trip :D

      Delete
  18. Jadi semakin ingin mengunjungi Banda Naira tempak Bung Hatta pernah diasingkan

    ReplyDelete
  19. Saya kaget pas tau di pulau Banda, nggak ada orang Banda asli Maluku sama sekali.... kejam betul ya.. Waktu ada trailer film Banda Neira, saya penasaran dengan film itu. Kisahnya sih, tentang jalur rempah seperti yang mbak tulis di paragraf awal.

    Parah sih, brutal juga ya manusia hanya karena rebutan rempah :')

    Berharap bisa ke sana mbak. Tapi ga tau sih bakal baper teringat kisah sejarah di Banda...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nggak usah baper, nikmati sejarahnya hehe.. jangan lupa kumpulkan uang krn ke Banda nggak cukup bawa duit dikit :D

      Delete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)