Ada dua Banda di
Indonesia, Banda Aceh dan Banda Naira. Banda Naira adalah sebuah kepulauan
kecil yang terletak di kepulauan Maluku Tengah. Jika ingin mengunjungi pulau
ini ada penerbangan dengan pesawat perintis 3 hari sekali (45 menit), dan kapal
besar seminggu sekali (8 jam). Tapi sekarang, ketika intensitas kunjungan
wisatawan semakin tinggi, katanya ada kapal cepat setiap hari menuju banda.
Dulu sewaktu kami liburan, ya kapal besar adanya seminggu sekali, jadi
kira-kira kami seminggu ada di Banda, pergi naik pesawat dan pulang naik kapal.
Jangan tanya kerjaan suami-suami kami yang bolos terlalu lama hehe.. lah wong
bosnya juga lagi dinas :D
Banda adalah
pulau bersejarah yang punya banyak kisah kelam, Belanda datang kemari karena
mengendus keberadaan rempah-rempah yang saat itu bernilai tinggi yang jika
dijual harganya lebih tinggi daripada emas. Rempah-rempah sangat diincar,
karena dapat menghangatkan badan, membuat awet benda dan tentunya masakan akan
lebih nikmat menggunakan rempah-rempah. Karena itulah VOC rela berlayar
jauh-jauh sampai kemari bertaruh dengan Inggris dan Portugis memperebutkan
benda tersebut dari tangan rakyat-rakyat Banda.
Setelah kalian
baca pada post sebelumnya yang bisa
dibaca disini, kami melanjutkan perjalanan kembali menyusuri kota
Banda yang kecil tapi sejuk. Benteng Nassau yang kelam hanya kami lalui begitu
saja, tidak ada info sejarah, tidak ada keterangan apapun, hanya benteng kokoh
yang seolah bicara, “Kami dulu menangis melihat saudara-saudara kami dipenggal,
dicincang dan isi perut mereka dipamerkan di tengah kota”, brr… saya nggak bisa
membayangkan jika saya ada di zaman itu. Mengerikan sekali kekejaman Belanda.
bentengnya nggak tapi keliatan karena tertutup tumbuhan perdu, foto by :Chandra KW |
Puas menyusuri
Benteng Nassau, kami keluar dan melihat sebuah Gereja Tua (Hollandische Kerk) kokoh berdiri. Gereja tua ini
berdiri membelakangi indahnya Gunung Api Banda. Hollandische kerk dibangun pada
tanggal 20 April 1873, dan diresmikan dua tahun kemudian pada tanggal 23 Mei
1875 oleh dua orang Misionaris Maurits Lantzius dan John Hoeke. Gereja tua ini
dibangun di atas tiga puluh batu nisan prajurit-prajurit Belanda dalam perang
menaklukan Banda. Maka jika kamu memasuki dalam gereja, akan tampak terlihat
nisan-nisan berbahasa Belanda di tengah-tengah ruang. Kok horor ya ada kuburan
di tengah-tengah bangunan he.. :D
Konon katanya,
masih terdapat alkitab yang berasal dari abad ke-18. Dulu saat gempa bumi
hebat, gereja ini sempat hancur sedikit dan kemudian terjadi renovasi tanpa
mengurangi bentuk gereja aslinya. Gereja tua ini masih bisa digunakan
masyarakat Banda yang beragama nasrani untuk ibadah minggu atau acara-acara
keagamaan, sayang saat kami kesana pintunya digembok, padahal kami ingin sekali
lihat lonceng tua yang katanya hanya ada 4 buah di dunia, salah satunya
terdapat di Banda.
ditutup T_T.. jd ga bisa lihat isinya, foto by : Chandra kw |
Tidak jauh dari
Gereja Tua Banda, kami melewati sedikit pemukiman penduduk dan Benteng termegah
di kota Banda yang masih kokoh berdiri, Belgica namanya. Sayang tempat ini
masih terkunci dan kami tidak dapat masuk ke dalam, ya sudahlah masih ada hari
esok, masih ada waktu untuk liburan :D
Kemudian kaki
kami melanjutkan perjalanan melihat rumah
pengasingan bung Hatta, yaa.. bung Hatta wakil presiden kita itu
pernah diasingkan oleh Belanda di sini. Tidak tanggung-tanggung, pak Hatta dan
ketiga temannya ramai-ramai diasingkan Belanda ke sini, sebut saja Tuan
Sjahrir, Iwa Kusuma Soemantri, Dr. Tjipto Mangunkusumo. Sebenernya ada museum
peninggalan rumah sahabat pak Hatta, sayang sepertinya waktu tak sempat membawa
kami mengunjunginya.
boleh jadi murid kan?? Foto by : Chandra kw |
Rumah pak Hatta
sebelum direnovasi dulunya sangat tidak manusiawi, dan sangat tidak layak
tinggal. Cerita ini tertutur dari mulut ibu Ema yang kini mengurus kediaman
almarhum, ibu Ema adalah sepupu pak Des Alwi, mantan murid kesayangan pak Hatta
semasa tinggal di Banda. Sepeninggal pak Hatta, pak Deslah yang mengurus semua
hal yang berhubungan dengan perawatan peninggalan Belanda di Banda.
nona ada biking apa e?? foto by : Chandra kw |
Di rumah pak
Hatta, kami bisa melihat banyak peninggalan pak Hatta yang masih sangat terawat,
ada foto-foto pak Hatta dengan masyarakat Banda, foto keluarga mereka,
buku-buku beliau yang berdebu dan banyak lagi. Ruang tamu, ruang tidur pun
masih tampak. Di area belakang terdapat bangku dan beberapa meja serta papan
tulis rapi berjejer, tempat ini dulunya digunakan pak Hatta untuk mengajar
anak-anak Banda demi memanfaatkan waktu luang selama di Banda.
Btw, di kota
Banda kamu akan menemukan banyak sekali papan bertuliskan ‘Situs Sejarah,
Jangan Merusak Atau Mengotori’, hampir disetiap sudut kamu akan menemukan ini
di kota Banda, sangking betapa bersejarahnya kota ini. dan hampir semua
bangunannya menjadi saksi bisu kekejaman Belanda terhadap masyarakat Banda.
Rasa penasaran
betul-betul menggelayut, selepas kerumah pengasingan Pak Hatta kami balik lagi
ke Benteng Belgica, tapi sayang benteng masih tutup huhuhu.., tidak mengapa
tidak bisa masuk yang penting kami kebagian foto di depan benteng *segitunya
ya* Benteng Belgica ini sangat indah, terawat, banyak tumbuhan perdu dan
bunga-bunga tumbuh dengan rapi di sekelilingnya. Tampak Benteng Nassau diam,
membisu berdiri berhadapan dengan Benteng Belgica. Konon katanya, terdapat
jalan di tengah Benteng yang akan tersambung dengan Benteng Nassau ini, tapi
karena kami belum bisa masuk yaa…belum bisa membuktikan hal ini.
kasian deh cuma bisa fotodi terasnya doang wkwk... foto by : Chandra kw |
Siang yang
lapar, kami kembali bersantap siang di Delfika. Beberapa turis hilir mudik
memasuki penginapan yang selalu penuh ini, tua-muda, berwajah Asia hingga Eropa.
Rasanya kok malu ya, bangsa lain sudah tau keberaaan Banda sedangkan saya
sendiri orang lokal malah nggak tau Banda Naira dimana. T_T
Banyak spot
menarik di kota Banda, tak asing jika menyusuri jalanannya, kamu akan melihat
beberapa meriam yang masih teronggok di pinggir jalan. Ini hanya membuktikan
betapa VOC sangat ingin menguasai Banda. Selesai bersantap siang dan puas
menyantap menu di Delfika, kami melanjutkan langkah kaki kembali melihat
sejarah lain di kota Banda yaitu Rumah Budaya Banda Naira. Letaknya tepat di
depan penginapan Delfika. Di tempat ini kita bisa melihat banyak peninggalan
Belanda , seperti piringan tua, porselen tua, mata uang kuno dimana masih
terdapatnya uang berbentuk nugget, guci-guci dan banyak lainnya. Disini juga
kita bisa lihat diorama pembunuhan berencana Belanda terhadap masyarakat Banda,
mengerikan T_T
Lelah
Rasanya enak ya
hidup begini, pagi bangun disambut hamparan laut biru, pemandangan segar,
sarapan disajikan, jalan-jalan, capek tinggal pulang, tidur, begini saja
kehidupan kami beberapa hari kedepan di Banda. Termasuk hari ini, setelah lelah
mengelilingi pulau Banda dan mulai melihat ada apa saja yang terdapat di Banda
kami kembali ke penginapan untuk tidur siang, lebih tepatnya saya mulai mencuci
pakaian dalam wkwk.. mumpung air gratis dan disediakan jemuran disini. Dasar
emak ya, mau liburan jauh kemana juga tetep aja mikir kerjaan rumah :D
Malam harinya,
kami menyantap durian dengan kalap, ada durian murah yang dijual di kota, kami
membeli 4 buah, maklum durian di Maluku ini murah-murah, bentuknya memang
kecil, tapi rasanya tidak kalah lezat dengan yang terdapat di Jawa sana. Malam
dingin menyambut kami untuk kembali ke peraduan, lelap bersama cerita-cerita
penjajah.
3 Juni
Pagi hari di
Banda, setelah dua hari kemarin cuaca panas terik, baru hari ini terasa sejuk.
Mendung menggelayut di Banda, tapi rupanya enggan menurunkan hujan. Kami
memutuskan berkeliling Banda dan pergi ke tempat yang lain, masih ada dua hari
kedepan untuk menuntaskan dahaga mengetahui seperti apa Banda ini dulu.
Ketika kamu
berada di Banda, jangan heran jika banyak papan bertuliskan ‘Milik Negara,
Dilarang Merusak Atau Mengotori Tempat Ini’ kira-kira begitu tulisannya, karena
setelah ditelusuri memang bangunan di Banda ini banyak yang mengandung historis
kejayaan Belanda dulu, pokoknya jangan kaget ketika kamu datang ke sebuah
tempat, eh ternyata milik pemerintah. Seperti sebuah tempat yang kami kunjungi
ini, tempat bernama ‘Istana mini’ tempat ini dulunya sebuah istana tempat
Gubernur Belanda bekerja. Waktu kami kesana, tempatnya sepi, tidak ada yang
menjaga jadi ada rasa-rasa horor gitu masuk ke bagian belakang Istana yang terdapat
banyak ruang dan sebuah sumur, mungkin ruang-ruang itu tempat para ajudan
Gubernur bekerja dulunya.
Maklum nggak punya tripod wkwk, jadi kamera ditarok aja dilantai, foto by : Chandra kw |
Istana mini ini bentuk depannya semacam istana pada
umumnya, ada pilar-pilar tinggi yang menopang depan istana namun terlihat lebih
kecil ukuran bangunannya. Karena tidak bisa melihat isi bangunan, kami
memutuskan untuk pulang saja dan menjelajah tempat yang lain. Mendung masih
menggelayut di Banda, disertai angin yang agak sedikit berisik, walaupun
disertai gerimis tak jelas kami tetap melanjutkan perjalanan. Oh ya perjalanan
pun berlanjut ke sebuah tempat yang katanya dulu tempat ini merupakan dermaga
dimana kapal-kapal besar Belanda berlabuh, entah apa nama lokassinya, saya
lupa. Ya maklum pasalnya ini perjalanan 6 tahun lalu he… disini kami bisa melihat
dengan jelas Gunung Api Banda berdiri dengan sangat kokoh dengan kapal-kapal
kecil hilir mudik di depannya, sungguh duduk di tepian pantai seperti ini
sambil menyaksikan gunung yang kokoh adalah pemandangan yang luaaar biasa.
Nikmat manakah yang kau dustakan, hilang penat, resah gelisah dan gundah gulana.
Tetapi rupanya hujan tak tahan diam lama-lama di dalam awan, ia kemudian tumpah
tanpa ampun dan kami berlari mencari perlindungan dengan terbirit-birit he… :p,
kasian si Teteh yang lagi hamil 5 bulan harus rela-rela lari sambil bawa perut
:(
tak selamanya mendung itu kelabu hehe, foto by : Chandra kw |
Snorkeling, yeaaay!!
Karena ini hari
jumat, dimana hari berlalu dengan sangat pendek. Maka kami memutuskan untuk
kembali ke penginapan, agar yang laki-laki bisa dengan mudah shalat jumat tanpa
harus pergi terburu-buru. Shalat Jum’at ini akan dilaksanakan di Masjid Jami
Hatta-Sjahrir, dinamakan demikian karena dulunya masjid ini didirikan oleh masyarakat
Banda untuk mengenang keberadaan pak Hatta di tanah Banda.
Sepulang jumatan, Foto by : Chandra KW |
Tapi coba ya,
bapak-bapak ini shalat jum’at aja lamaaaa banget, rupanya mereka berkeliling
dulu setelah jumatan, tidak puas sampai di situ setelah shalat jum’at mereka
berkeliling mencari makam Des Alwi, seorang murid pak Hatta yang sempat menjaga
budaya Banda, mereka mau ziarah katanya. Lalu entah kemana lagi mereka pergi,
secara saya lelah dan rasanya lamaaa tidur siang hari itu. Bangun-bangun teh
Ambar bilang, “Ayo senorkelingan neng”
“Dimana?”
“Ikut aja ayooo”
Kemudian kami
turun, karena sebuah kapal motor sudah menunggu kami di belakang penginapan.
Brr… sore-sore berenang :D, pasti pengen lihat bagaimana pesona underwater
Banda? Tunggu post selanjutnya ya , bhay…
(to be
continued)
nb : Danke banya lai Chandra atas foto2nya, untung kamera ente keren, jadi banyak moment yg nggak luput dari lensamu :)
Wah jadi tahu tentang sejarahnya banda naira, thanks for share mba :D
ReplyDeleteIya, sama2 mba :)
DeleteSeru sekali ya mbak, traveling sambil belajar sejarah. 😄
ReplyDeleteIya mbak, jadi tambah ilmu deh
Deletebanyak sejarah di sana , dan indah pemandangannya
ReplyDeleteBanget bu :)
DeleteAh menyenangkan sekali mbak Manda. Saya paling senang belajar sejarah waktu masih sekolah dan Banda Naira selalu menjadi bagian penting dalam sejarah Indonesia. Di tunggu lanjutan kisahnya..
ReplyDeleteIya, senang sudah membaca :)
DeleteBangunan bangunan sejarahnya masih terawat dengan baik. Pulau bersejarah pengen rasanya ke sana
ReplyDeleteMangga, hayo kesini mas
DeleteSeru, nih, belajar sejarah langsung melihat sumbernya, nice
ReplyDeleteJadi lebih menjiwai loh :D
DeleteWaaah.... keragaman indonesia, saya baru tahu ternyata ada juga banda nira. ����
ReplyDeleteDan lebih mencengangkan lagi, ternyata disana menjadi saksi sejarah perjuangan Indonesia...
Syukur mampir ke mari ya mas, jadi lebih tau Banda
DeleteSetiap teringat atau ada yang menyebut Banda Neira, saya selalu teringat dengan Bung Hatta, proklamator dan wakil presiden pertama Indonesia yang dibuang ke Banda Neira.
ReplyDeleteTapi di kampung saya banyak Banda lho!
Nggak percaya? Silakan berkunjung...
banyak orang Banda mksdnya?
DeletePernah nonton acara tv dokumentasi gitu ttg Banda. Pulau kecil yang jadi penghasil rempah makanya diperebutkan banget. Ternyata serem ya buat penduduk lokal jaman dulu. Smpe pada dibantai
ReplyDeleteHooh dibuang2in orangnya
DeleteTau Banda Naira dari jaman kecil tau namanya tapi ga Tau isi sejarahnya kaya gmn ? Akhirnya tau juga kalo sejarahnya kaya gini. Jadi tambah wawasan ��
ReplyDeleteIyeees, nggak percuma kan mampir kesini :D
Delete