Untuk menjawabnya izinkan saya memulai dengan sebuah cerita singkat. Pada suatu hari ada sebuah Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang ingin berniat melakukan acara syiar pada malam hari yang melibatkan para akhwat. Segera saja berita ini berkembang di kalangan aktifis. Ada yang pro ada yang kontra. Yang pro mengatakan hal ini untuk memperluas segmentasi dakwah dan inklusifitas syiar LDK. Sedangkan yang kontra mengeluarkan satu pertanyaan mendasar “terus akh, akhwatnya gimana?”. Perdebatan pun tak terhindarkan, hingga dua kali syura belum ada keputusan mengenai konsep acara ini.
Akhirnya diputuskan untuk mengundang beberapa elemen terkait untuk mendiskusikan masalah ini di syura berikutnya. Elemen-elemen yang diundang adalah Majelis Perimbangan Organisasi, Badan Pengurus Harian, Panitia, serta Dewan Syariah LDK. Setelah syura itu akhirnya diputuskan acara malam ditiadakan dengan berbagai pertimbangan.
Nah dari syura-syura dalam cerita itu saya berusaha mecerna permasalahan “akhwat pulang malam ini”. Penjelasannya adalah :
SEBENARNYA TIDAK ADA DALIL PASTI YANG MENGATAKAN BAHWA AKHWAT TIDAK BOLEH PULANG MALAM.
Akhwat ‘dilarang’ pulang malam adalah untuk menghindari dua fitnah yang mungkin terjadi, apa saja itu?
Pertama fitnah keamanan. Masih segar diingatan kita peristiwa dua santri Aa Gym di bandung yang diperkosa dan dimutilasi pada saat pulang dari suatu ta’lim, mahasiswi yang diperkosa di hutan UI, maupun pelecehan-pelecehan yang dialami oleh banyak akhwat dan itu semua terjadi di malam hari. Potensi terjadinya kriminalitas lebih besar pada malam hari. Bahkan para ulama mengisyaratkan banyaknya fitnah di malam hari sehingga kita disunnahkan untuk lebih banyak bertafakur, berdzikir, dan membaca al-quran dibandingkan berada diluar rumah.
Kedua adalah fitnah khalwat dengan lawan jenis. Banyaknya kasus aktifis dakwah yang terkena virus merah jambu belakangan ini bisa saja dimulai dari masalah akhwat pulang malam ini. Banyaknya Ikhwan kesiangan yang berlagak nganterin akhwat yang pulang malam padahal niatnya adalah untuk berduaan saja, naudzubillah.
Tetapi sungguh ada contoh teladan mengenai masalah mengantar lawan jenis ini. Ingatlah ketika ustman bin thallah mengantar ummu salamah melewati 400 km padang pasir dengan santunnya. Dituntunnya unta ketika ummu salamah sudah aman diatas sekedup. Diderumnya unta, dan segera menjauh untuk mempersilahkan ummu salamh turun Begitu terus selama perjalanan hingga mencapai desa dekat di dekat madinah. Sudahkah kita sesantun itu?, dan lebih lagi ustman mengantar ummu salamah dalam keadaan darurat. Ia dan anaknya dipaksa oleh kaum kafir Quraisy untuk meningalkan suaminya yang hendak berhijrah. Setelah melewati masa-masa yang menyedihkan, akhirnya ummu salamah diperbolehkan menyusul suaminya dengan hanya berbekal seekor onta dan makanan seadanya. Melihat keadaan darurat itulah ustman menawarkan diri untuk mengantar ummu salamah.
Terkait contoh LDK yang ingin mengadakan acara malam diatas, lebih banyak lagi pertimbangan-pertimbangan yang diambil untuk memutuskan hal tersebut.
1. Mengambil dalil fiqh prioritas yaitu : menolak kemungkaran (bila terjadi kasus pada akhwat) lebih diutamakan dibandingkan mengambil manfaat (inklusifitas dakwah) -mengenai fiqh prioritas akan saya bahas lebih detil lagi ditulisan lain, insya Allah.
2. Kontent acara yang diusung bukanlah kondisi darurat yang menyebabkan akhwat bisa pulang malam.
3. Image LDK yang bersangkutan di mata masa kampus dan masyarakat yang akan menurun mengingat selama ini para kader LDK selalu berusaha menyosialisaikan agar akhwat/perempuan tidak pulang malam.
Sebagai kesimpulan :
AKHWAT SEBENARNYA BOLEH PULANG MALAM, TETAPI HARUS ADA JAMINAN AMAN DARI DUA FITNAH YANG DISEBUTKAN DIATAS DAN MENGHADIRI ACARA ATAU DALAM KONDISI-KONDISI YANG DIBENARKAN
Wallahualam, semoga Allah merahmatiku, mu dan kita semua..
*Diambil dari sebuah sumber. Dan saya lupa lagi sumbernya dari mane
Post a Comment
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)