Thursday, 11 April 2013

Ketika cinta begitu simpel banget..





Lupa persisnya ditahun berapa Mpok Ipeh –begitu saya memanggil mba Ifa- woro-woro di inbox, kalau beliau ingin membuat buku dengan nama tokoh kita-kita yang ada di inbox tersebut. Waktu itu buku antologi yang kita garap bersama yaitu ‘Emak-emak fesbuker mencari cinta’ lagi bagi-bagi honor. Hebohlah kami memesan ingin menjadi tokoh yang baik-baik semua wkwk..
Baru, di awal tahun 2013 teman saya Miyosi heboh di grup Whats app Flp bekasi. “Eh woi, mba Ifa nerbitin buku baru lagi. Nama tokohnya kita-kita. Lucu dah.” Haaah? Singkat cerita saya pun mengklarifikasi buku baru tersebut, “Mpok beneran ada nama temen-temen di novel barunya?”
“Hooh, kirim alamat ya, saya kasih gratis buat Mendol. Karena sudah menginspirasi saya bikin buku itu,”
“Wiih.. saya nggak minta loh mpok..”
“Iye, anggap aja ini ucapan terimakasih dari kakak ke adiknya,”
Cihuuuiii…. Sapa sih yang nggak mau buku gratis. Singkat cerita buku cantik itu sudah ada di rumah plus tanda tangan dan cap bibir –yang terakhir bohong :p-

Saya memang penggemar buku-buku mpok Ipe, auranya romantis walaupun terkesan dramatis. Mungkin memang karakternya mpok Ipe disitu dalam menulis. Dramatis disini pasti ada kisah termehek-mehek pasangan yang memperjuangkan cintanya. Ya, kayak di Simply love ini, kisah si Keke yang selama 6 tahun bertanya-tanya, apakah suaminya mencintainya apa tidak, padahal Wim punya caranya sendiri dalam mencintai Keke, yaaang hal tersebut justru nggak disukai Keke. Pasalnya Wim suami si Keke ini kaku, ia terlalu asyik dengan dunianya sendiri. Dia juga terlalu mengedepankan egonya dalam membimbing keluarga, “Pokoknya harus a, b, c, d.” karena Wim merasa dialah kepala keluarganya maka dia berhak atas semuanya. Jadi ketika Wim mengaplikasikan cintanya justru membuat Keke bertanya-tanya. –laki gue kenapa sih?-
Wim terlalu terobsesi dengan ayahnya yang bisa mengaplikasikan hal tersebut pada keluarganya. Tapi ketika Wim yang kemudian memposisikan diri menjadi sosok ayahnya, justru hal tersebut malah membuatnya kaku, Wim jadi tidak dekat dengan adik-adiknya karena ia terlalu memaksakan adik-adiknya untuk menjadi A, B, C, D. Hare gene loh, era emansipasi dan reformasi masih aja maksa memaksa. Nah sama saja seperti kepada adik-adiknya, Wim juga memperlakukan hal tersebut pada istrinya.
Keke yang terlalu mencintai Wim sih manut saja –hadeuh pasti gregetan deh bacanya, punya suami kayak Wim tapi istrinya sabaaaar banget-, tapi lama kelamaan sebagai perempuan normal ia juga ingin mendapatkan haknya sebagai seorang istri. Ia ingin salah satu keinginan kecilnya dituruti. Wim bukannya tidak mengizinkan, tetapi ia teramat takut kehilangan penghambaan istrinya jika keinginan istrinya dikabulkan. Maka Wim pun beralibi, ia tidak mengizinkan karena ia adalah kepala keluarga yang berhak mengatur segalanya. Disinilah konflik dimulai, wah seru deh saya aja gregetan bacanya. Rasanya pengen mengutuk Wim jadi kodok sangking sakleknya jadi suami. Hingga suatu hari keajaiban datang dan mengubah segalanya, Wim yang sekeras batu berubaaaah lembut banget!! Haah??. Klo pas baca bab ini dijamin termehek-mehek, apalagi yang LDRan kayak saya, nyesel baca sesi ini secara saya jadi keingetan mamas terus di sana T_T.
Hal tersebut apaan ya? Baca aja sendiri, klo diceritain nggak seru kali, emangnya saya tukang dongeng :D
Lalu berperan sebagai siapakah tokoh Amanda di sana? Parah, Amanda menjadi adik perdana bagi Wim. Sudah pasti dong dia jadi mengetahui sepak terjang abangnya yang diktator itu. Sebab itu pulalah, nama saya sering disebut di Novel ini –sumpah seneng banget XD- karena keke lebih sering curhat ke Manda daripada adik-adik Wim yang lain.
Anyway, di dalam novel ini saya dipanggil Mendol. Itu karena mpok Ipe keseringan dengar saya dipanggil Mendol sama temen-temen FLP Bekasi. Yah, Mendol itu panggilan sayang saya di FLP, nggak ada anak FLP yang manggil saya pakek nama asli, kecuali kalo mereka lagi insaf. Padahal tau nggak, mendol itu kan nama makanan khas Malang yang terbuat dari tempe. Gubrak!!! Dan parahnya mereka nggak tau ini loh, kecuali yang ngasih julukan ini buat saya pertama kali si miyong yang asli orang Malang.
Nah, baca deh.. Novel ini cocok banget buat kamu yang punya pasangan –suami atau istri- sekeras batu, diktator dan ambisius terhadap pasangannya sodorin novel ini mudah-mudahan pasangan kamu bisa terbuka hatinya dan tau keinginan kamu yang sebenarnya. Masih tersedia kok di gramed, mumpung belom kehabisan :D *eh, buku-bukunya mpok Ipe itu nyaris semuanya best seller karena enak dibaca dan mengerti passion pembacanya, makannya beli buruan sebelum kehabisan

11042013
Ditulis oleh Mendol dodol -begitu mpok Ipe memanggil saya-

2 comments :

  1. Wah, baru tau arti Mendol itu tempe, hehhe....pasti senang ya namanya dijadikan tokoh novel:)

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)