Sudah dari semalam Ambon
diguyur hujan, sudah gitu ini hujan awet bener. Saya sudah memikirkan
rencana-rencana keren buat dijalankan besok. Kalau nggak masak ya bebenah, atau
jalan-jalan atau ngetik mumpung suami ada di rumah jagain Naqib. Dan ternyata
semua rencana tersebut urung dilaksanakan ketika suamiku berkata,
“Emang KMGP belum masuk
Ambon ya?”
“Nggak tau. Kayaknya belum
deh, Indonesia timur kan selalu belakangan nerima film”
“Coba kita cek ya,”
“Cek aja kalau nggak
percaya,” saya kemudian asyik kembali dengan ponsel yang naudzubillah ngehank
mulu.
“Eh.. ada nayang!”
“Hah??”
“Ketika mas gagah pergi
kan?”
“Iya. Beneran ada mas?”
takjub.
“Nih!” seraya menyodorkan
handphonenya.
“Eh iya beneran ada?”
“Mau nonton,”
“Ya maulaaaaah, mauuuu
bangeeeet!” kan katanya istri itu nggak boleh bilang terserah. Karena
terserahnya itu kadang ambigu, terserah mau atau terserah nggak mau, jadi kudu
tegas.
“Ya udah ayo nonton,”
“Asiiiiiiiik, yeaaaaaay!”
Segera saya beritahu grup
FLP Bekasi bahwa saya nonton hari ini. Secara ya, mereka heboh pada mau nobar
dan Menuhin bioskop. Saya juga nggak mau ngalah dong :D
Padahal, saya mah nggak
bakalan yakin KMGP bakal tayang tepat waktu, secara daerah timur paling lama
nerima film baru. Karena film-film yang sudah nggak ditonton di Ibukota bakalan
dilempar ke daerah. Katanya sih gitu, makannya saya excited banget KMGP tayang
tepat waktu.
Dengan menerjang hujan
rintik-rintik kita pergi ke salah satu Plaza yang memiliki bioskop dan itu
satu-satunya di Ambon.
Bingung mau milih jam
berapa untuk nonton karena kalau pilih jam 1, kita belum makan dan shalat.
Akhirya dipilihlah jam 14.45. Karena waktu shalat Asar di Ambon ini sekitar jam
16.00, jadi kalau filmnya kelar jam 16.30
belum terlalu lama ketinggalan shalat.
Ini loh tiket kami bertiga |
Akhirnya kita makan dan
shalat dulu. Karena jam tidur siang, Naqib mulai rewel. Yah alamat gagal nonton
deh ini mah T_T, daripada nggak jadi nonton sebaiknya Naqib ditidurkan. Saya
gendong dan elus-elus kepalanya sampai dia tertidur pulas.
Dan Alhamdulillah Naqib
tidur sampai acara nonton dimulai, dan bangun kira-kira 50 menit kemudian.
Yaa.. jangan ditanya betapa hebohnya dia yang mulai terjaga ini di dalam
bioskop. Naik-turun kursi, pindah-pindah kursi sampai sepatunya hilang dan
ditemukan di sela-sela kursi, teriak-teriak, nyanyi-nyanyi, gangguin orang
didepanya yang tengah asyik nonton. Minta pulang terus dan akhirnya kelelahan
sambil nonton video di Youtube. Ah pingsan deh..
Naqib juga nggak mau kalah minta difoto juga. |
Tapi sungguh semua itu
tidak membuat saya tak mengerti esensi dari film keren ini. Bagaimana ceritanya?
Mari kita tengok..
Buku yang akhirnya di filmkan |
Kalau saya boleh jujur.
Saya belum pernah baca buku Ketika Mas Gagah Pergi. Buku ini sempat saya pegang
waktu saya main kerumah kakak sepupu yang hobi baca. Namun sehalaman pun belum
sempat dibaca, itu karena saya bingung mau baca buku yang mana karena semua
buku-buku yang dia punya bagus-bagus. Saya
tau cerita ini fenomenal karena di era saya, buku ini sempat jadi
perbincangan hangat. Katanya bikin meleleh dan sangat menggugah. Ah sayang
banget saya lupa mulu mau baca huhuhu.. Saya sempat mencarinya ke toko buku,
sampai lari ke kwitang berharap ada copyannya. Tapi mikir lagi, kalau karya
kita dibajak mau nggak? Nggak jadi beli deh akhirnya.. :p
Lalu berpuluh tahun
kemudian, akhirnya Bunda Helvy berinisiatif untuk mengangkat karyanya ini ke
layar lebar. Wah saya pastinya seneng banget lah, secara belum pernah baca
bukunya *biarlah dapat sorakan pom-pom
nan heboh* dan yang lebih mengejutkan lagi, ini film pertama di Indonesia
yang didanai oleh orang-orang yang mendukung film islami. Karena Bunda Helvy
tidak ingin mengubah esensi dari cerita ini jadi beliau berusaha mendanai
filmnya sendiri. Seperti yang kita tau, kalau sebuah cerita di sutradarai oleh
orang yang bukan menulis cerita tersebut, isi ceritanya banyak yang di ubah, yaaa
diubah sesuai keinginan sutradaranyalah, yang tadinya islami banget nggak ada
salamannya ketika disutradarai orang lain bisa-bisa malah ada cipika-cipikinya.
Nah Bunda Helvy nggak mau isi cerita yang sarat nilai-nilai islami ini berubah
kemudian esensinya. Ah salut dengan perjuangan bunda Helvy, makannya walaupun
hujan nggak berhenti-henti sebagai apresiasi terhadap kegigihan bunda Helvy
saya juga ikutan berjuang buat nonton filmnya.
Bunda Helvy dengan para pemain KMGP |
Lalu bagaimana serunya novel
KMGP ini ketika di filmkan?
Karena saya belum pernah baca
novelnya sama sekali, saya coba menerawang dulu ya isi cerita ini. Cerita
bermula dari kehidupan Mas Gagah (Hamas Syahid Izzudin) dan adiknya Gita
(Aquino umar) yang ketika itu Gagah selalu melindungi adiknya. Karena bagi Gita,
mas Gagah adalah sosok yang sempurna, ganteng, pinter, berkharisma, jago silat
dan bisa menggantikan sosok ayahnya ketika ayah mereka kemudian meninggal
dunia.
Hamas Syahid Izzudin sebagai Mas Gagah |
Kemudian Gagah mendapatkan
proyek penelitian ke Ternate selama kurang lebih 1-2 bulan. Gita yang manja
merasa kehilangan kakaknya karena tidak ada lagi sosok kakak yang menemaninya
setiap hari. Gagah hanya bisa meyakinkan pada adiknya., kalau perjalanannya itu
tidak akan lama. Tetapi kemudian semuanya berubah ketika mas Gagah pulang dari
Ternate. Gita mendapati sosok kakak yang berbeda pada diri mas Gagah. Mas Gagah
enggan nongkrong lagi, enggan mendengarkan musik metal seperti musik favoritnya
dulu, mas Gagah meninggalkan dunia modeling, yang lebih bikin Gita jengkel mas
Gagah mulai sibuk dengan dunianya. Dan mulai asing di mata Gita.
Gita berusaha mencairkan
suasana dengan menanyakan ada apakah gerangan si kakak yang dia idolakan ini
sampai sebegitu dinginnya di mata Gita. Kakaknya sebetulnya ingin bercerita,
hanya saja waktunya belum tepat.
Aquino Umar sebagai Gito eh Gita wkwk |
Di sisi lain Gita selalu
dipertemukan dengan orang yang suka berceramah di dalam bus. Gita
menganggap orang ini nggak ada bedanya dengan kakaknya, karena kerjanya selalu
memberikan ceramah dan bikin telinganya pengang. Dan entah kenapa
setiap Gita naik bus selalu bertemu orang ini. Suatu hari Gita
kecopetan di dalam bus dan orang inilah yang kemudian menolongnya. Gita pun
kemudian merubah pandangannya terhadap Yudi (Masaji Wijayanto). Sosok Yudi
si pemilik mata elang tidak seperti yang Gita bayangkan sebelumnya.
Masaji Wijayanto Sebagai Yudi |
Gita yang ambisius kemudian
mencari tau apa yang dilakukan kakaknya selama di Ternate melalui laptop
yang tergeletak di kamar mas Gagah. Tapi sayangnya tingkah Gita
diketahui mas Gagah yang akhirnya membuat ia kesal terhadap adiknya.
Gita mempunyai sahabat yang
bernama Tika (kalau nggak salah denger ya, ini nama sahabatnya), sahabat
inilah yang selalu mendengarkan keluhan Gita tentang kehidupan
kakaknya. Namun kemudian Gita mendapati Tika berubah tidak jauh
beda seperti Yudi dan kakaknya. Namun Tika berjanji akan mengenalkan Gita
pada kakak sepupunya Nadia (Izzah Ajrina) agar mengetahui kenapa Tika bisa
berubah sedemikian drastis.
Izzah Ajrina sebagai Nadia |
suasana hati Gita pun
diperkeruh ketika Gita menemukan mamanya (Wulan Guritno) membeli
baju-baju muslim. Dan Gita semakin seperti berada di dunia antah
berantah dimana semua orang-orang mulai asing baginya. Dan kemudian
bersambung.. oke makasih sudah bikin saya penasaran hehe
Bintang-bintang yang ikut menyemarakkan film KMGP |
Secara alur film KMGP mudah
dicerna, nilai-nilai dakwahnya juga terkesan nggak menggurui disampaikan dengan
fresh dan bikin orang ngakak. Acting pemain, mungkin karena bintang baru kali ya
jadi agak kaku, hanya Gita dan Yudi saja yang actingnya agak luwes , tapi hal
ini dapat ditutupi dengan artis-artis senior yang ikut menemani film KMGP.
Namun ada hal lain yang saya sayangkan, mungkin memang film ini bertujuan mensyiarkan
dakwah. Tidak bersentuhan tangan, cipika-cipiki atau peluk-pelukan dengan yang
bukan mahrom. Adap anak terhadap orangtua tidak disyiarkan di sini, saya tidak
menemukan Mas Gagah sekalipun mencium punggung tangan Ibunya. Bahkan ketika
berangkat ke Ternate pun dia hanya melambaikan tangan dengan memunggungi ibunya
dan pergi berlalu sambil berkata “Titip Gita ya ma…” mungkin akan lebih syahdu
jika Mas Gagah pergi dengan mencium punggung tangan ibunya dan memohon restu
sambil menangis. Dan hal ini menurut saya ada sisi lain yang membuat film ini
agak canggung sedikit. Selebihnya sih biasa aja. Ya kedepan, jika bunda Helvy
ingin membuat film religi lagi mungkin bisa mengambil 1 keluarga yang
dilibatkan dalam pembuatan film. Jadi tidak canggung jika kakak harus memeluk
adiknya, anak laki-laki mencium ibunya atau cium tangan. Terlihat akrab dengan
keluarga akan menambah nilai plus pada sebuah film apalagi ada adegan
tangis-tangisannya.
Dan saya sangat menyayangkan
kenapa film ini baru diputer sekaraaaaaaang ketika orang beranggapan miring
terhadap laki-laki yang nggak mau salaman, jenggotan atau yang hobi datang ke
majelis. Coba dari dulu, kalau ada orang yang menghina ikhwan model gini
bakalan saya suruh nonton KMGP dah.
Nah buat kamu yang masih suka
nyinyir sama Ikhwan/Akhwat model begini. Mending nonton KMGP dari sekarang biar
pandanganmu terhadap kami bisa berubah.
Sukseees terus bunda Helvy dan
KMGPnya ya..
Udah kelar aja ni...
ReplyDeleteaku nonton aja belum, huaaahh...
btw, jadinya bersambung ya? hmmm
Iyah bersambung huhuhu
Delete