Sebetulnya saya nggak begitu excited
pergi ke KL ini dari segi harga, karena harga tiketnya setengah harga
perjalanan saya pulang kampung dari Ambon-Jakarta. Coba aja bayangin, untuk
sekali pulang dari Ambon menuju Jakarta, harga tiketnya Rp.1,1jt itu kalau
dapat tiket promo, kalau lagi ‘apes’ harga tiketnya bisa nambah 200-400rb, nah
sedangkan saya ke KL ini, pulang-pergi 776.500rb, dan itu tiket umum, kalau
semisal saya dapat harga tiket promo lebih nangis darah lagi, teman saya PP
dari KL menuju Jakarta bisa dapat harga murah sekitar 200rban, itu artinya
dalam sekali perjalanan pulang saya dari Ambon menuju Jakarta dan balik lagi
saya bisa pulang pergi kuala lumpur 4x T_T… Sudahlah ya itu dari segi harga,
kalau dari segi pengalaman saya excited banget. Sebab ini perdana saya ke Luar
negri, walaupun cuma ke negeri tetangga. Tapi kan judulnya ke luar negri :D
Eaaa, akhirnya ketahuan juga ya saya mau
kemana. Perjalanan menuju Kuala Lumpur ini bukan tanpa halangan dan ujian loh,
waktu itu sekitar bulan September Fita ngeshare sebuah promo dari air asia,
kalau nggak salah harganya 49.500 bisa terbang keluar negri, tujuan terbangnya
ke Asia. Jadilah itu ajang perdebatan sengit antara teman-teman yang siap dan
ingin ke luar negri,
“Ke Singapur”
“Malaysia aja”
“Thailand”
“Singapur, Malaysia, Thailand,
jepaaaaang!”
Ah ya sudahlah ya, ujung-ujungnya mah
malah ke Malaysia. Nah karena kita pesen tiketnya sudah mepet-mepet waktu
berakhir, jadinya malah nggak dapet tiket promo. Yang dapet tiket promo malah
mba Nadiah dan mba April, juga Nyur. Mereka yang dapat tiket promo kesempetan
bisa bawa keluarganya :D dan tau nggak mereka dapet tiket promo ketika kita
sudah pesen dan bayar, juga ketika penerbangan promo mencapai titik didihnya
alias sudah mau berakhir, arrrrrrgggggggh!!!! Nyebelin!
Tiket sudah ready, saatnya menentukan
jadwal terbang. Ada yang ingin Januari (mba Nadiah karena sesuai dengan bulan
dimana ia ulang tahun) sampai saya yang ingin pergi bulan Mei saja agar
sekalian pulang dari Ambon dan nggak balik-balik lagi sampai lebaran usai. Ya
sayang kali duitnya, nah Alhamdulillahnya akhirnya disepakati bulan Mei biar
saya bisa pulang sekalian dan nggak balik lagi ke Ambon (maksudanya biar
sekalian pulang kampung gtu :D)
Alhamdulillah semua lancar, sampai saya
menyadari, KTP saya mati dan saya nggak bisa bikin paspor. Mampus deh. Padahal
saya berencana untuk bikin paspor saja di Ambon, agar begitu pulang saya nggak
lama-lama amat di Bekasi, kasian juga suami sendirian di Ambon, secara suami
saya tipe suami yang nggak bisa jauh-jauh dari istri dalam jangka waktu yang
lama :D *serius ini*, dia bisa ngomong sendiri pas masuk rumah seolah-olah saya
ada di rumah itu, *nah bayangin pak Habibie waktu bu Ainun meninggal, seperti
itu sudah. Tapi bedanya saya kan masih hidup qeqeqe..
Sepanjang menghitung hari menuju bulan
keberangkatan saya terus mikir, bagaimana ya cara mensiasatinya. Saya kudu pulang
tanggal berapa agar pas dengan waktu perpanjangan bikin KTP dan bikin paspor.
Lalu saya teringat sepupu suami saya, Anwar kebetulan dia bekerja di kelurahan,
saya tanya pada dia apakah bisa memperpanjang KTP dengan hitungan hari.
Mengingat ngurus KTP saja lamanya minta
ampun di Indonesia ini, dan Anwar bilang “Bisa kak, bisa sehari jadi” Nah
sudahlah saya mikir mungkin bisa 20 hari sebelum hari keberangkatan saya
pulang, pokoknya saat itu saya mikir simpel aja dan nggak mikir bahwa birokrasi
di Indonesia ini sedemikian ribet.
Dan sumpah saya terus kepikiran akan hal
ini, sampai akhirnya tiba waktu kepulangan saya menuju Bekasi saya langsung
menginap di tempat mertua, dan kemudian BBM Anwar,
“War, kak Manda sudah di tempat mama,
gimana caranya perpanjang KTP di tempat Anwar”
“Kak Manda sebelumnya KTP mana?”
“Rawa lumbu”
“Oh bikin surat pindah dulu kak dari RT,
RW, kecamatan dan kelurahan, nanti setelah itu baru bisa pindah ke sini tapi
sebelumnya juga kudu datengin RT, RW, kecamatan dan kelurahan untuk mengurus
surat pindahnya, nah baru bisa deh bikin
KTP, karena KTP kan sesuai KK, ” Whaaaaaat!! Ya ampun, sumpah saya
mikirnya nggak sejauh itu. Haduh, setelahnya saya langsung memutuskan,
perpanjang KTP kembali saja di Rawa lumbu tempat saya tinggal, urusan
perpanjangan itu bisa diatur, yang penting bagaimana caranya saya bisa bikin
KTP dan kemudian mengurus Paspor. Sementara waktu terus saja berjalan, saya
harus memanfaatkan waktu ini.
Daaan, fiuh… nggak usah saya certain
betapa capeknya saya berurusan dengan birokrasi karena pada tulisan sebelum ini
saya sudah menceritakan perjalanan saya mengurus KTP dan Paspor (baca disini).
Akhirnya saya bisa membuat paspor tanpa KTP sodara-sodara, dan mengambil paspor
pun tanpa KTP cuma bekal surat keterangan dari Kecamatan dan kelurahan. Jadi
nih terbang,
Kenapa
nggak ajak Naqib?
Sebetulnya waktu itu Naqib di daftarkan
dalam perjalanan ini, sudah ada tuh namanya, biar lebih jelas begini
kronologinya, wkwk. Jadi waktu itu yang bertugas bookingkan tiket mba Wiek (biasalah
dia pemegang saham paling banyak), dan terjadilah komunikasi singkat antara aku
dan mba Wiek. Oh ya, kita sudah dapat jadwal terbang ya pada waktu itu, yaitu
bulan Mei.
“Mba Wiek, Naqib daftarkan sebagai
infant aja ya. Umurnya dimanipulasi” ini emang dasar dah ya, emak-emak medit
bin pelit beraksi
“Oke, jadinya Naqib diatur umur berapa
nih?”
“Pokoknya kurang dari 2 tahun,”
“Oke”
Sesaat setelah didaftarkan saya langsung
sadar, kalau penerbangan domestic mungkin bisa memanipulasi umur, tapi ini kan
penerbangan ke luar negri yang dimana semua datanya tertulis jelas di paspor.
Kalau petugas imigrasi ngeliat Naqib nggak bayar dan data di paspor beda
bisa-bisa berabe sayah. Hadoooh, mana sudah booking dan sudah bayar lagi (untuk
perjalanan di grup saya, jadi nggak bisa diubah lagi datanya). Nggak putus asa,
saya telpon CS Air Asia, kalau ada tambahan di luar promo saya kudu bayar
berapa? Oow, CS Air Asian menjawab, “Satu juta seratus ibu” buset, seharga
tiket Ambon-Jakarta dunk.
Ya sudahlah ya, terpaksa dengan penuh
penyesalan karena sudah bohong saya nelpon ibu di Bekasi.
“Mami, kayaknya nanti aku nitipin Naqib
ya, hiks..” saya jelaskanlah kronologinya dengan sejelas-jelasnya, setelahnya
ibu saya langsung ngakak nggak berenti-berenti.
“Makannya jangan bohong, ya sudah. Mami
sih nggak apa-apa dititipin cucu selama dia pinter aja mah,” dan baru kali ini
saya pergi nitipin anak, soalnya selama ini si Naqib sama saya terus, mungkin
nyokap ngerasa biar dia deket sama cucunya kali ya, kesempatan emas karena udah
lama nggak ketemu. Mungkin lain cerita kalau
saya hari-hari selalu nitipin cucu, mungkin kepergian kali ini diiringi
cemberutan ibu saya :P, bahkan mungkin nggak boleh pergi qeqeqe
Oh ya, Suami saya lagi ikut bumbuin, “Aduuuh, jangan sekali-kali
deh boongin umur. Naqib kan nggak kelihatan infant lagi nayang. Pokoknya kamu
kudu tanggung jawab, secara dia kan masih Asi, nanti kalau dia nyariin kamu
gimana?” hadeeeeh, jadilah sepanjang perjalanan saya menuju bulan keberangkatan
saya terus menerus dihantui rasa bersalah.
Lalu apakah Naqib bisa disapih?
Enggaaaak, dia makin kuat nenennya, disounding segala rupa dia bodo amat, dibilangin ini itu dia maju terus pantang
mundur.
Ya mungkin dengan terbangnya saya ke KL
ini, ini merupakan petunjuk dari Allah agar Naqib disapih dengan cara yang
kejam, dijauhkan dari ibunya.. bsimillah ya saya mau berangkat dulu J
15 Mei 2015
Bandara Internasioanl Soekarno Hatta sesaat sebelum keberangkataan ke Kuala Lumpur
Mandaaa pantesan pada rame2 ya haha
ReplyDeleteiya, kalau sendiri bisa bengkak pengeluaran mpok
DeleteDrama keberangkatan yang lucu
ReplyDeletehahaha :D
Delete