Ini
sebenarnya postingan lama, saya lupa banget pengen post karena terbentur waktu terus
dengan postingan lainnya yang lebih penting. Tulisan ini mewakili rasa akan
perjuangan pattimura di tanah Maluku, dan sebagai pengingat agar anak-anak
Maluku punya semangat yang tinggi seperti Pattimura. Walaupun ini bukan tulisan
saya, saya pengen banget pajang tulisan ini di blog saya, seenggaknya tulisan
ini bisa nyemangatin saya kalo down. Dan sebagai kenangan akan bumi Pattimura
yang sempat saya tinggali
15 Mei
1817 - 15 Mei 2017.
200 Tahun sudah berlalu, pemimpin
bangsa terus berganti, tapi sejarah hari ini seakan datang kembali dan memaksa
kita untuk melakukan penghayatan lebih dalam atas peristiwa yang pernah
terjadi, pantai waisisil menjadi merah adalah penggambaran luar biasa akan
penyerangan heroik yang dipimpin oleh Pattimura bersama Philip Latumahina,
Anthony Rhebok, Said Parentah dan Christina Martha Tiahahu, penyerangan ini
berhasil membuat Belanda lari dan untuk sementara benteng Duurstede berhasil
dikuasai.
banyak korban berjatuhan baik dari
pejuang maupun kompeni Belanda, darah bercecer kemana-mana dan kecantikan
pantai Waisisil saat itu berubah menjadi merah akibat peperangan hebat ini, tak
sampai disitu peperangan ini berhasil memicu perjuangan lainnya di
tempat-tempat lain, perjuangan melawan kerakusan Belanda semakin membesar di
Bumi Maluku, apa yang dilakukan oleh Pattimura dan kawan-kawan telah menjadi
obor yang membakar jiwa-jiwa orang Maluku untuk bersama mengangkat senjata dan
menyatakan perang melawan penjajah Belanda.
2 abad sudah berlalu, peristiwa
penting ini seakan dihilangkan dari mata sejarah, pelajaran-pelajaran sejarah
di pendidikan formal dari jenjang SD hingga SMA seakan luput memotret hal ini
sebagai salah satu peristiwa penting dalam tonggak sejarah perjuangan bangsa
Indonesia melawan kesewenang-wenangan penjajah.
Setiap tanggal 15 Mei di Maluku
dilakukan peringatan hari Pattimura, dimana obor Pattimura melewati prosesi
adat yang sangat sakral dari gunung saniri di Pulau Saparua hingga sampai di
jantung kota Ambon, penggunaan obor dalam hari Pattimura haruslah dimaknai
sebagai api semangat yang tak pernah padam untuk terus berjuang walaupun harus
terbuang.
Pattimura telah mati ratusan tahun
yang lalu, tapi nyala obornya akan tetap membara dalam jiwa dan raga setiap
manusia Maluku yang telah hidup dan beranak pinak di bumi para raja ini, hari
Pattimura bukanlah sebuah kegiatan simbolis yang tak berarti apa-apa mengenai
masa depan, lebih dari itu hari Pattimura mengajarkan pada kita
generasi-generasi selanjutnya bahwa perjuangan belum berakhir, bahwa api
Pattimura harus selalu dinyalakan, bahwa semangat juang untuk menaklukan
penjajah tidak berhenti sampai disitu.
Penjajah boleh mengangkat kaki dari
bumi Indonesia, tapi pikiran penjajah mereka boleh jadi tetap tinggal
dikepala-kepala kita, bisa saja beranak pinak menjadi penjajah gaya baru, yang
warna kulit dan bahasanya sama dengan kita, tapi pikiran dan tindak tanduk
mereka sadar atau tidak melakukan penjajahan pada saudara sendiri.
Hal inilah yang harus dilawan, harus
ditentang, api Pattimura harus membakar habis mentalitas penjajahan, tak boleh
hidup barang secuilpun keinginan untuk menjajah saudara sendiri, apalagi
memperbudak bangsa sendiri.
Pattimura harus tetap hidup dalam
ingatan anak Maluku beratus ribu tahun lagi, spirit Pattimura hendaknya terus
diajarkan dalam pendidikan formal agar tercipta insan-insan Maluku yang tidak
hanya narsis mencintai diri sendiri tapi juga mencintai Bumi Maluku yang tanahnya
dipijak, yang airnya menghidupi.
200 Tahun Pattimura adalah bukti
bagi Indonesia bahwa Maluku adalah bagian dari Indonesia yang layak dan wajib
dipandang sama dengan daerah lain, bahwa bukan hanya jawa, kalimantan, sumatera
atau Sulawesi yang berjuang untuk menjadi Indonesia, tapi di tempat matahari
terbit ini 200 tahun yang lalu Pattimura dan kawan-kawan telah punya cita-cita
besar untuk melawan penjajah, untuk merdeka dan berdaulat atas tanah sendiri,
atas cengkeh, atas pala, atas laut yang menghidupi rakyatnya.
200 Tahun Pattimura adalah bukti
kecintaan Maluku terhadap negara ini, yang walaupun kadang dilupakan dalam
pergulatan pembangunan Nasional tapi Maluku dengan segala potensi sumberdaya
manusia dan alamnya tetap kukuh untuk menjadi bagian dari Indonesia.
Selamat memaknai 200 Tahun
Pattimura,
Dari Pattimura, dari Maluku Untuk
Indonesia.
Salam hormat Muhammad Yusuf.
mbak manda produktif banget ya buku2nya udah banyak...aku juga suka figurnya pattimura
ReplyDeleteTerimakasih mBa ^^
DeleteTulisan yang menarik neh, penuh dengan sejarah ya. Ternyata sudah 200 tahun pattimura ya.
ReplyDeleteHuuum mba
Delete