Setiap ibu-ibu pasti punya cara berbeda dalam menyapih
dan melepas popok anak. Tentunya rentang waktu umur anaknya berbeda banget
dengan ibu lainnya. Dan nggak dipungkiri antara ibu satu dengan ibu yang
lainnya akan jadi ajang bangga-banggaan atas keberhasilan ini *eh kok saya
jujur banget ya :D*, tapi saya nggak mau bangga-banggain anak saya dengan
berhasil toilet training atau berhasil disapih umur sekian..sekian..sekian,
biarin aja dia bisa secara alami, biarin aja dia mikir sendiri dan bisa sendiri
melakukan sesuatu yang saya ajarkan. Biar hal-hal kayak gini nggak jadi beban
yang bikin anak stress. Atau si ibu stress karena denger celotehan orang. Jadi ngomong-ngomong
si Naqib ini bisa disapih dan melepas popoknya umur berapa?? Oke saya cerita
ya..
Menyapih
Naqib berhasil disapih ketika
umur 3 tahun lewat sebulan apa dua bulan gitu. Jadi awal mulanya karena sudah
lewat setahun dari umur yang ditetapkan pemerintah haha.. Sebenernya, bagi saya
nggak masalah dia mo nenen apa nggak, mungkin dia belum siap aja melepas apa
yang sudah menjadi temannya selama ini, saya pun nggak berani maksa. Karena
bagi saya memaksakan sesuatu yang bagi anak belum dipersiapkan bisa-bisa dianya
depresi, jadinya ya sudah dibiarkan saja. Di satu sisi sih saya kepingin
melepasnya karena dia sudah gede, tapi disisi lain, saya sedih nanti nggak ada
lagi yang nenen huhuhu sungguh yang namanya menyapih itu perjuangan, perjuangan
baper. Apalagi si anak kalau sudah minta nenen selalu teriak sampai tetangga
dengar, “Bu nenen bu, neneeeen” soalnya kasur saya kan letaknya didepan, jadi
kalau orang lewat otomatis kedengeran.
Bapaknya juga membiarkan saja si
Naqib tetap nenen, tapi lama-lama, kok ya si anak ini nenennya kebangetan,
semacam nggak bisa kehilangan gitu dari si tetek, misalnya saya kepingin pipis
doi bangun, saya kan jadi nggak bisa apa-apa, padahal si anak sudah gede banget
yang seharusnya bisa lebih mandiri, ya minimal ditinggal pipis nggak nangis
guling-guling gitu :D atau misalnya doi ngantuk ya nggak usah nyari-nyari
tetek, tidur ya tidur sendiri gitu. Di sisi lain sebab dia masih nenen, si anak
jadi semacam kena bully verbal dari teman-teman suami, seperti “Ih kok masih
nenen sih kan udah gede, malu dong”, atau “Jangan nenen, nenennya buat adiknya
saja” hal ini yang membuat saya dan suami akhirnya sepakat, saya harus menyapih
Naqib, selain mendidiknya dewasa, di sisi lain biar dia nggak kena bully verbal.
Maka dari itu ada hal-hal yang saya harus persiapkan ketika menyapih dia :
·
Sayanya kudu siap
lahir batin. Jangan mikir macem-macem, memang saya akui menyusui itu bonding
ibu dan anak. Dengan menyusui saya bisa menyalurkan rasa cinta hanya dengan
melihatnya, kalau nggak nenenin Naqib sehari aja memang saya juga ngerasa ada
yang hilang gitu. Nah saya buang jauh-jauh deh hal ini. Sungguh saya juga
mewek-mewekan loh T_T, namun suami menyemangati akhirnya saya juga kembali ke
tekad awal.
·
Mulai memikirkan
kata-kata yang pas buat bilang ke Naqib bahwa yang namanya nenen hanya boleh
dilakukan anak bayi, sedangkan dia sudah besar dan jangan nenen lagi, tanpa
harus menyakiti perasaannya.
·
Mulai memikirkan
reward dan apa keinginan Naqib sebagai hadiah dia sudah berhasil nggak nenen
lagi
·
Jangan melakukan
kekerasan atau area putting dikasih macem-macem. Yang ada anak sedih karena
tempat yang pernah bersamanya selama 2 tahun dicederai, lakukanlah dengan hati
juga. Jangan mengancam, jangan membuatnya sedih atau membuatnya merasa trauma
kalau nenen itu sesuatu yang menakutkan.
·
Lakukanlah dengan
cinta, menyusui kan mengeluarkan cinta, menyapihnya pun juga dengan cinta.
Ikhlaskan, lepaskan karena anak sudah semakin gede.
Akhirnya, pada suatu hari dengan
tekad yang kuat dan tak memikirkan macam-macam saya bilang gini ke Naqib, “Qib
Naqib, Naqib lagi kepingin apa?”
“Pledoh bu” playdough maksudnya.
“Oke, boleh. Tapi ada syaratnya”
“Apa?”
“Jangan nenen lagi”
Naqib mikir lama tuh ya, akhirnya
dia mengangguk. “Iya..”
“Oke nanti kalau hari libur kita
beli mainan” kaget saya dia mau, padahal sudah berkali-kali dia saya janjikan
ini dan itu tetapi dia keukeuh pingin nenen dan usaha saya nggak pernah
berhasil. Mungkin playdough ini satu-satunya barang yang kepingin banget dia
miliki tapi belum kesampaian dimainin. Nah mungkin ibu-ibu dirumah bisa
menjanjikan anak terhadap sesuatu yang kebangetan pingin dimiliki anak tapi
belum kesampaian. Tapi tagih janjinya kemudian kalau sudah dibelikan sesuatu.
Dan akhirnya hari itu pun datang :D,
kami membelikannya mainan baru, kalau tidak salah dengan beberapa buku yang dia
inginkan. Dan betul saja, si Naqib nggak mau nenen lagi, walaupun saya
julur-julurkan tetek ke mukanya, dia tetep nggak mau. Namun pernah juga dia
rindu dan kepingin nenen lagi, tapi saya tidak perdulikan tangisannya dan
akhirnya dia lelah sendiri wkwk..*aduuuh padahal emak meringis juga kepingin
nangis, ga tega*, kejadian ini pun berhari-hari saya hadapi sampai akhirnya
Naqib terbiasa tidak ingin menyusu lagi karena merasa dirinya sudah besar.
Fiuhh.. ini perjuangan banget loh moms. Banyak ibu yang maju mundur cantik
hanya karena tidak tega dengan tangisan anak. Yah, tega nggak tega sih moms
mengingat anak sudah semakin besar dan sudah bukan waktunya nenen lagi.
Iniloh playdough penyelamat saya wkwk |
Melepas popoknya
Sama seperti menyapih, dalam
melepas popoknya pun saya mempertimbangkan waktu yang pas. Takut dia nggak siap
akhirnya malah sering ngompol dimana-mana, malah nambah emosi nggak sih kalau
saya maksain anak. Yang saya amini, anak 1-3 tahun itu belum mengerti perintah
banget, dan belum sepenuhnya memahami apa yang kita katakan. Jadi kalau
misalnya dia pipis dicelana karena nggak bisa menahan air seninya, terus ibunya
ngomel-ngomel emosi. Saya bilang sih, yang salah ya ibunya. Anak nggak ngerti
kok dimarahi. Makannya, daripada hal-hal yang tidak saya inginkan terjadi, saya
mempertimbangkan beberapa hal sebelum melepas popoknya, diantaranya :
·
Pastikan dia berani
ke kamar mandi, misalnya nggak mudah kepleset dan bisa berdiri dengan baik
·
Pastikan anak sudah
bisa menahan pipisnya, jadi ketika anak kebelet pipis dia sanggup menahannya,
kemudian bisa pipis di kamar mandi, tanpa harus ngompol di tempat lain, yang
jelas tanpa bikin emosi emak bapaknya :p
·
Pastikan anak tidak
ngompol lagi kalau malam, walaupun sebelumnya minum air putih atau menyusu.
Jadi kan kadang anak suka minum susu tuh sebelum tidur, seringnya anak malas
pipis sebelum tidur, nah misalnya doi nggak ngompol sampai pagi tandanya dia
sudah bisa dilepas popoknya.
·
Misal pun dipakaikan
popok, anak nggak suka pipis lagi di popok, anak lebih memilih untuk pipis di
kamar mandi, jadi popoknya kering gitu
Dalam melepas popoknya pun perlu
tekhnik, nggak bisa langsung lepas gitu aja. Jadi ketika saya mengajari Naqib
toilet training tahapan-tahapannya begini :
·
Saya masih pakaikan
Naqib popok selama 24 jam ketika awal-awal toilet training, tapi setiap 3 jam
saya ajak Naqib ke WC, pakai popok sebagai salah satu upaya agar dia nggak
pipis sembarangan, ini saya coba selama seminggu. Jika berhasil 3 jam nggak
pipis, saya naikin jadi 4 jam sekali, begitu seterusnya.
·
Seminggu kemudian
saya coba lepas popoknya, saya pesan ke Naqib kalau mau pipis harus ngomong. Tapi
tetep sebelum dia ngomong saya sudah membawanya ke toilet. Ini berlangsung
selama sebulan, akhirnya lama kelamaan dia berhasil pipis di toilet dengan
bilang sebelum kebelet.
·
Waktu lepas popok
pas tidur siang juga demikian, sebelum tidur Naqib saya ajak ke toilet, baru setelahnya
tidur. Selama sebulan saya lihat popoknya kering, saya lepas. Lama-lama dia
berhasil nggak pakai popok ketika tidur. Pun pada malam hari, walaupun dia
tidak ngompol tetap saya pakaikan popok. Ketika selama sebulan berhasil bangun
dengan popok kering tandanya dia berhasil lepas popok
·
Saat pergi pun
demikian, karena ritme pipisnya setelah sarapan pagi, maka sesudah sarapan saya
pipiskan, lalu mendekati jam 12 siang saya pipiskan lagi. Namun kalau perginya
panjang, tetap saya pakaikan popok, takut dijalan nggak ada toilet bahaya dia
nahan pipis, nggak baik kan buat ginjalnya.
Duuuuh.. kayak gini butuh modal
banget dong, kan melepas popok lebih awal bisa lebih menghemat. Betul, tapi
kalau anak stress gimana mak? Atau ibunya yang stress anak ngompol sembarangan.
Ketika punya anak, tandanya kita siap mengeluarkan modal lebih banyak. Lah anak
titipan Allah je, harus diistimewakan dong.
Jika orangtua sudah paham ritme
buang air kecil anak, akan sangat mudah lagi mengajarkan toilet training. Sebelum
tau anak ingin buang air kecil orangtua sudah siaga mengajaknya ke toilet. Jadi
memang mengajarkan anak perlu dengan cinta dan tahapan-tahapan agar anak nggak
kaget. Saya pernah ketemu temen yang ngeluh anaknya ngompol mulu, ternyata
setelah ditelisik si emak ini main lepas popok aja tanpa ba-bi-bu ngajarin anak
tahapan-tahapan cinta *jaila* alias belum siap. Akibatnya apa, rumahnya bauk
pesing. Byuuuuh… si anak stress dimarahin terus, si emak stress rumah bauk
pesing, yang salah siapa? Ya orangtuanya lah, anak belum ngerti kok dimarahi.
Gimana sih buk :D
Hal-hal tersebutlah yang saya
lakukan pada Naqib, sejauh ini sih dia tidak merasa terbebani dengan disapih
atau tidak pakai popok lagi. Bahkan kalau saya pakaikan popok, Naqib bingung, “Kok
pakai popok lagi?” hihihi…. Semoga emak dirumah bisa menyapih dan melepaskan
popok dengan cinta dan bahagia ya..
jaman anakku masih kecil belum ada pampers jd lebih mudah mengajarkan anak untuk bisa ke toilet sendiri, jaman now anak sulit melepaskan pampers atau popok ya
ReplyDeleteNah itu dia, karena sudah ketergantungan pakai popok sih ya :(
DeleteMenyapih ini sempat bikin saya trauma Mbak. Pas nyapihnya sih lancar tapi berapa minggu setelahnya baru rewel, minta apa2 ga tau waktu, kayak Jam 3 pagi minta Naik odong2 pakai nangis kejer ��
ReplyDeleteKalau popok, alhamdulillah punya 2 anak ga suka dipakein diapers. Jadi ya cuma keluar aja pakenya. Resikonya, cucian lebih banyak gapapa daripada anak kembung gara2 ga mau pipis di popok ��
butuh ekstra ketegaran dari si emak agar si anak bisa bener-bener berenti nenen y mak
DeletePunya anak itu beneran ribet ya tapi menyenangkan juga sih
ReplyDeleteLah, ntar buat investasi masa depan mba :D
Delete