Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dan
seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai
ke puncak yang setinggi-tingginya. Jika patah satu daripada dua sayap itu, maka
tidaklah dapat terbang burung itu sama sekali
–Ir. Seokarno-
Dulu… duluuu sekali, selepas
jaman perang, punya anak banyak kayaknya biasa banget ya, dalam satu keluarga punya anak lebih dari 5, itu hal
biasa. Namun semenjak pak Soeharto melihat populasi manusia di Indonesia ini
meningkat, beliau langsung bikin program Keluarga Berencana, yakni 2 anak
cukup. Gunanya apa? Agar pertumbuhan penduduk nggak semakin melebar. Alhasil, semakin
ke sini jumlah anak yang dilahirkan dalam satu keluarga jumahnya semakin
menipis. Punya anak 4 dalam satu keluarga ngeliatnya kayak udah banyak banget
gitu :D, di era millennial yang saya temui malah banyak orangtua yang nggak
kepingin punya anak. Alasannya simpel, mereka nggak mau nambah populasi
penduduk, mereka takut nggak bisa merawat anak dari segi biaya, pendidikan dan
hidup, bahkan ada yang merasa punya anak itu merepotkan, karena tiap hari
kerjanya cuma nangis, merengek, minta mainan dll. Adapun yang tetap
bercita-cita punya anak banyak, agar masa tua nggak sepi-sepi banget, tapi hal
ini sudah sangat jarang saya temui.
Yang pasti anak itu nggak akan
kecil terus kan? Dari waktu ke waktu anak akan tumbuh besar dan mereka akan
membalas semua kebaikan kita jika orangtuanya dulu merawatnya dengan baik.
Ngomong-ngomong soal merawat anak
nih, sebenernya punya anak dan membangun keluarga itu ternyata perlu banget
direncanakan loh. BKKBN dalam program ‘Cinta Terencana’ akan membantu semua
penduduk mulai dari usia sekolah, remaja, dan pra Nikah membuka konsultasi dan
bimbingan bagaimana caranya membangun keluarga agar lebih bertanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat dan negara.
Kemarin bertempat d Museum
Penerangan Taman Mini Indonesia Indah saya menghadiri diskusi seru bersama
BKKBN dengan mengangkat tema ‘Membangun Keluarga Berkualitas Dengan Cinta
Terencana’, dihadiri kurang lebih 40 blogger, kami mendapat materi super
seputar keluarga, ibu Eka Sulistia
Ediningsih selaku Direktur Bina Remaja BKKBN (Badan Kependudukan Keluarga
Berencana) membuka diskusi, sebelumnya kami diajak mengingat sebuah lagu yang
nggak asing ditelinga.. pernah dengar lirik berikut?
Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluargaaaa….
Yes, lirik diatas adalah
soundtrack dari film jaman lawas, keluarga cemara. Siapa yang tidak kenal
dengan film ini, saya pun selalu menonton episode demi episode, haru, biru,
seru tapi tidak menggurui. Dalam keluarga tersebut diceritakan, ada emak,
bapak, Ara, Euis dan Agil, dari emaknya Lia Waroka ( kalau nggak salah ) sampai
diganti Novia Kolopaking. Bapak yang pengusaha kaya mendadak jatuh miskin dan
terpaksa keluarganya menanggung beban. Tapi kekompakan dan saling menyemangati
membuat keluarga ini tetap harmonis dan utuh.
bu Eka, membuka materi pertama |
Hal ini pun diamini ibu Eka,
bahwa keluarga adalah unit terkecil dari sebuah bangsa, peran keluargalah yang
menentukan keberhasilan bangsa tersebut, seandainya bapak dan emak putus asa
dan menyerah, mungkin anak-anak mereka tidak lagi disekolahkan karena bisa saja
emak dan bapak berfikir, ‘percuma saja sekolah kalau tetap miskin’, ini tentu
saja akan menambah beban negara karena jumlah kemiskinan terus bertambah. Tapi
mungkin emak dan bapak tidak ingin miskin terus, maka dari anak-anaknya emak
dan bapak berharap pendidikan dapat mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Jika
anak-anak sekolah kemudian sukses, mereka bisa saja menjadi asset negara.
Tidak hanya sekedar menikah
Ketika dua anak manusia dewasa
yang telah cukup umur memutuskan untuk menikah, mereka tidak hanya menyatukan
dua individu yang berbeda, tapi menyatukan dua keluarga besar. Dua individu
yang betul-betul merencanakan dengan baik pernikahan akan sadar bahwa setelah
menikah mereka mempunyai peran dan tugas tidak hanya sebagai Ayah dan ibu atau
Suami dan Istri, tetapi sebagai anggota masyarakat yang harus membuat bangsa
ini lebih baik melalui anak-anak mereka, bagaimana caranya?
·
Menikahlah ketika umur cukup
Umur ideal perempuan dimulai dari
usia 21 tahun sedangkan laki-laki di usia 25 tahun. Pada usia ini tidak hanya
organ reproduksi saja yang sudah dinilai baik, namun dari segi kematangan usia
sudah cukup untuk memulai hidup baru. Menikah tidak hanya sekedar melampiaskan
syahwat dan hawa nafsu. Memang, menikah lebih baik daripada berzina, tetapi
jika menikah tidak cukup umur, akan berdampak buruk pula ke depan. Apalagi jika
pendidikan belum usai, maka akan
ada masalah baru ketika mereka
tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut. Ketika umur cukup maka pola pikir
pun sudah semakin matang. Selain itu, pernikahan memang harus dipersiapkan
dengan sangat baik sesuai kematangan umur. Karena usia yang matang dapat
menghapus kemiskinan, ketika pendidikan sudah tuntas, maka fikiran untuk
mencari pekerjaan akan lebih siap. Setelahnya, pilihan akan berumah tangga akan
lebih terencana dengan matang. Jika dengan merencanakan pernikahan dengan baik
saja bisa menghapus kemiskinan, sudah pasti perekonomian negara akan lebih
baik.
·
Menikahlah karena menanamkan tanggung jawab
Tanggung jawab karena ingin
menyelamatkan dirinya dari perbuatan dosa, bukan menikah karena sudah
menanggung dosa (misal hamil diluar nikah). Bertanggung jawab terhadap
pasangannya sehingga mencegah terjadinya perceraian, perselingkuhan dan
kekerasan dalam rumah tangga. Bertanggung jawab terhadap kelangsungan
pendidikan anak dan ekonomi keluarga. Karena ketika memutuskan menikah ada anak
yang harus difikirkan bagaimana pendidikannya dan ada keluarga yang harus
dipenuhi kebutuhan ekonominya
·
Menikahlah karena mempunyai 5 prinsip
Cinta yang terencana itu
mempunyai 5 prinsip yaitu, 1. Mencintai diri sendiri, 2. Mencintai pasangan,
3.Mencintai Keluarga, 4. Mencintai Bangsa, 5. Mencintai Negara. Prinsip ini
hanya bisa didapat ketika kita memiliki kematangan pemikiran. Pasangan yang
menikah dini bisa saja hanya mempunyai 2 dari 5 prinsip diatas
·
Menikahlah karena mampu bekerja sama
Karena menikah itu menyatukan dua
individu yang berbeda sudah pasti akan timbul pemikiran-pemikiran yang
bertentangan antar pasangan. Mampu meluruhkan keegoisan dan mampu bekerja sama
adalah kunci dan modal dasar membangun keluarga
Lalu apa dampak pernikahan dini dan bagaimana
pencegahannya?
Dulu ada film ‘Pernikahan Dini’
yang diperankan Agnes Monica dan Syahrul Gunawan, di film ini digambarkan
dampak pernikahan muda yang sudah terjadi akibat mereka melakukan seks diluar
pernikahan, kalau ada yang mengikuti film tersebut dari awal pasti faham
bagaimana kacaunya rumah tangga mereka setelahnya. Ada banyak dampak yang
terjadi di dalam pernikahan dini diantaranya :
1. Jika ibu melahirkan
anak terlalu dini, ibu akan terlibat banyak emosi dan cenderung mengabaikan
peran sebagai orangtua, apa sebab? Karena jiwa muda yang cenderung ingin bebas
membelenggunya, dan belenggu itu bernama anak. Ada pula pasangan yang menikah
dini namun menunda memiliki anak karena takut terjadi seks bebas, ini tidak
masalah. Asal mampu bertanggung jawab terhadap istrinya
2. Kalaupun siap
memiliki anak, usahakan memberikan jarak pada anak, minimal 3 tahun. karena memiliki 2 balita dalam satu rumah
tentu saja akan membuat pola asuh menjadi berantakan, anak tidak terurus dan
cenderung mengabaikan. Pernah liat nggak sih ada emak kucel dengan beberapa
balita, ini karena mengurus balita itu repotnya bukan main.
3. Menikah terlalu dini
akan membuat pasangan yang tidak matang memikirkan keluarga mempunyai keinginan
untuk selingkuh dan mengabaikan keluarganya, karena mungkin sudah bosan dan
tidak ada lagi rasa tanggung jawab dalam diri si suami/istri.
4. Menikah terlalu dini
akan membuat anak yang dilahirkan akan mendapatkan keegoisan orangtuanya,
orangtua akan menjadi otoriter, cenderung tertutup dan tidak sedikit anak yang
akan menjadi pelampiasan amarah.
Pencegahannya?
1. Tentu saja jangan
berperilaku menyimpang, alias seks bebas. Mempunyai landasan agama yang baik akan
mencegah diri dari perbuatan tersebut
2. Orangtua harus
mempunyai keterikatan batin yang kuat pada anak, melindungi dan tidak
menggurui. Rasa tidak nyaman memiliki orangtua hanya membuat anak ingin
cepat-cepat menikah agar menjauh dan tidak satu rumah lagi dengan orangtua
3. Memberdayakan fungsi
keluarga, orangtua harus mempunyai peran memberikan informasi pada anggota
keluarganya dampak pernikahan dini, anak harus cukup umur menikah dan mempunyai
kematangan berfikir.
Memahami apa itu ‘keluarga’.
Psikolog Roslina Verauli mengisi
pertemuan selanjutnya dengan materi ‘Kiat
Membangun Keluarga Sehat & Terencana’ mak Vera yang seringnya kita
lihat di layar kaca ini mengatakan bahwa, sebagai kelompok terkecil dari sebuah
masyarakat, pasangan yang telah menikah wajib memahami keluarga, yang dapat
dibagi menjadi 5, yaitu :
1.
Berada dalam satu
atap
2.
Kelompok sosial
dasar
3.
Terdiri dari
orangtua dan anak
4.
Kelompok individu
dengan keturunan leluhur yang sama
5.
Memiliki tujuan dan
nilai kehidupan yang sama, komitmen jangka panjang, umumnya tinggal bersama
Sebab dalam satu atap itulah dua
pasangan akan terus bertemu setiap harinya, untuk membangun keluarga yang
bertanggung jawab, pasangan harus mempunyai komunikasi positif, dimulai dari
tahap :
1. Mau mendengar,
sebagai pasangan jangan hanya mau untuk maunya didengar, tetapi kita juga harus
mau mendengar. Tanya apa keluhan pasangan, bantu dan cari solusi bersama
2. Berani berbicara,
jika ada masalah sebaiknya jangan dipendam, utarakan. Pasangan juga perlu untuk
jalan berdua, menikmati hari dan mengenang masa lalu
3. Sama-sama membuka diri,
jangan malu jika mempunyai sebuah masalah. Karena ketika telah menikah,
pasangan tidak mungkin meminta solusi kembali pada orangtua. Pasangan harus
menyelesaikan masalah berdua dengan pasangan sampai menemukan akar
permasalahan, membuka diri dengan komunikasi positif adalah modal utamanya
4. Jelas, dalam
berkeluarga. Kita harus mempunyai tujuan, ingin seperti apa keluarga yang
dibangun nantinya. Ingin seperti apa anak-anak dididik, tujuan dan arahnya
harus jelas.
5. Fokus pada topic, jika
sudah mempunyai tujuan, fokuslah pada tanggung jawab. Ujian mungkin akan datang
silih berganti untuk menggoyahkan topik yang kita bangun
6. Respek dan hormat, sama-sama
saling menghormati pasangan adalah kunci keluarga bahagia
Keluarga Berencana sudah waktunya
Janganlah diragukan lagi
Keluarga Berencana besar
maknanya
Untuk hari depan nan jaya
Putra-putri yang sehat Cerdas
dan kuat
Kan menjadi harapan bangsa
Ayah-ibu bahagia rukun raharja
Rumah tangga aman sentosa
Sebagai penduduk yang mengerti
keberhasilan suatu bangsa tidak hanya tugas kepala negara dan pemangku
kebijakannya, tentu saja kita harus mulai membenahi tatanan keluarga dirumah.
Perbaiki cara berkomunikasi dengan keluarga, perbaiki pola asuh dan mulai
mengedukasi keluarga untuk mengatur pola kelahiran serta pernikahan
menikah bukan sekedar cinta harus di dukung dengan cinta terencana, kemampuan financial, stabil emosi
ReplyDeleteBener banget mpok :)
Delete