Pagi… setelah shalat subuh saya
mandi, sebelumnya rutinitas minum air panas tetap dilakukan, agar tubuh nggak
dehidrasi, juga sebagai peluntur racun-racun kehidupan dalam tubuh, maksudnya peluntur
lemak-lemak yang menempel setelah semalam makan tekwan, eh ya ampun tekwan tadi
malam itu beneran enak banget loh, pengen nambah tapi malu banget, masak nambah
sampai 3x, lol… -keseruan
makan tekwan bisa dibaca disini-
Kayaknya nggak perlu nunggu berhari-hari untuk bisa cepat akrab dengan
teman-teman baru, terbukti pagi ini ketika kami sarapan nggak ada istilahnya
basa-basi dan malu-malu sama mereka, yang ada malu-maluin. Setelah puas
mengisi perut dengan mencoba berbagai varian menu hotel, kami akan melanjutkan
perjalanan menegangkan, kenapa menegangkan? Karena kami akan melakukan
perjalanan mengarungi sungai Musi dari pagi hingga tengah malam nanti, *eh kayaknya
nggak selebay ini dah.
asyik, foto-foto dulu mumpung masih fresh, credit : mak Uniek |
Pagi yang fresh sih, karena saya bisa tidur dengan nyenyak, mungkin
karena kecapekan ya. Bis yang berisikan penumpang yang masih wangi-wangi ini
membawa kami menuju Dermaga Point, jadi tempat ini tuh semacam tempat wisata,
selain menyewakan kapal-kapal buat mengarungi Sungai Musi, di gedung ini
terdapat ruang pertemuan, ruang meeting, juga café-café ternama -males nyebut
merek, saya nggak dibayar- heuheu..
yang mo kawinan bisa disini |
Maaak.. akhirnya sampai juga
awak di jembatan Ampera,
Kalau selama
ini, hanya bisa mupeng liat orang-orang foto berlatar jembatan Ampera, hari ini
saya bisa merasakannya, eh sungguh bahagia ternyata sereceh itu. Saya merasakan
imun-imun saya membaik merasakan aroma Sungai Musi yang berwarna kecoklatan.
Seperti yang kita ketahui, Jembatan Ampera,
ini Jembatan terpanjang di Sumatera, dibawahnya mengalir sungai Musi panjangnya
sekitar 750 km. Dulunya pada bagian tengah jembatan ini bisa turun naik agar
kapal-kapal besar bisa lewat, sekarang sebab usia bagian tengah tidak bisa lagi
dinaik-turunkan, yah Namanya juga jembatan tua, takutnya kalau difungsikan
lagi, terus encok gimana :p
credit : aduh ga tau ki fotone sopo |
Karena pagi ini kita akan ziarah
maka kami harus menyebrang dan menyusuri sungai Musi, sebenernya bisa sih jalan
darat tapi namanya juga Musi Trip ya perjalanan kita dihabiskan diatas sungai
Musi. Awalnya kita akan mengunjungi komplek pemakaman keluarga sultan Mahmud
Badaruddin 1 bernama Kawah Tekurep, komplek pemakaman ini sama seperti
komplek pemakaman raja-raja di Imogiri Jogjakarta. Tapi bedanya, yang sana
ramai setiap hari yang disini sepiiiii sekali setiap hari, nah, kata turis
guide kami sebenarnya kawasan makam ini ramai pengunjung, hanya pada saat
Ziarah Kubro, yang bertepatan pada bulan Syaban. Itu tuh katanya alim ulama
dari seluruh penjuru negri datang ke Palembang untuk mendoakan para raja-raja
ini.
"Manda, lo foto kyk gini, kayak anak SD" kata temen saya |
Walaupun masuk dalam Kawasan
cagar budaya, komplek pemakaman Kawah Tekurep seperti kurang terawat, terutama
pada bagian depan yang setelahnya saya tau bagian depan makam merupakan
makam-makam untuk keluarga kerajaan yang lain seperti abdi dalem, panglima dan
keturunan-keturunan raja, seandainya Palembang mau belajar dari Jogja, mungkin
Kawasan raja-raja ini bisa ditambahin tukang jualan makanan, souvenir, Indomart,
waterpark, mall, agar pengunjung lebih tertarik untuk ziarah dll. Oh ya,
Sultan Mahmud Badaruddin ini adalah seorang sultan dari Kesultanan Palembang
yang memerintah antara 1724-1757.
ga sopan sih ya sebenernya foto di makam gini T_T, credit : lupa.. |
Makam Kawah Tekurep dibangun pada
tahun 1728 dengan menggunakan tiga unsur, yaitu kapur pasir, putih telur dan
batu. Di makam ini kita bisa melihat makam Sultan Mahmud Badaruddin beserta
empat istrinya, yaitu Ratu Sepuh dari Demak, Ratu Gading dari Malaysia, ratu
Mas Ayu dari Cina dan Nyai Mas Naimah dari Palembang.
Masih ziarah lagi
Nah selanjutnya kami melanjutkan
perjalanan ke makam Sabokingking, sabokingking adalah sebuah makam kerajaan
juga, bedanya ama makam sebelumnya, ini adalah komplek pemakaman raja pertama
yang memerintah Palembang. Nama sabokingking ini berasal dari bahasa
sansekerta. Sama dengan kerajaan Majapahit nama rajanya adalah Hayam Wuruk. Sedangkan
Sabokingking di pimpin oleh seorang raja yang bernama Pangeran Sido Ing
Kenayan. Pangeran ini berasal dari Jawa. Dan istrinya yang bernama Ratu Sinuhun
. Pangeran Sido Ing Kenayan memiliki seorang guru spiritual atau penasihat yang
bernama Habib Muh. Nuh. Kerajaannya berdiri sekitar tahun 1616-1628, di salah
satu bagian dinding makam, ada papan yang menuliskan silsilah yang akhirnya
menghubungkan kerajaan Sumatra dengan kerajaan Jawa, eh sumpah ternyata Panjang
sekali silsilahnya loh. Sampe pusing ngapalinnya.
jangan di depan pintu neng, pamali -_- |
Ziarah belum selesai
Lanjut lagi
perjalanan menuju makam Ki Gede Ing Suro, komplek pemakaman yang serupa candi
ini diisi sekitar 34 makam, Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan,
salah satu dari 24 bangsawan dari Demak yang datang ke Palembang, setelah
terjadi kekacauan di kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa. Pada masa Ki Gede
Ing Suro inilah islam akhirnya masuk ke Palembang. Komplek pemakaman candi ini lebih
baik dari komplek pemakaman sebelumnya dan lebih terawatt.
Lalu menjelang
zuhur kami mengunjungi kampung arab yang sangat fenomenal itu -tempat syuting
film Ada Syurga Di Rumahmu- Kampung Arab Al Munawar, kampung ini dihuni sekitar
30an kk. Di kampung ini terdapat berbagai keturunan diantaranya ada keturunan
Assegaf, Al-Habsy, Al-Kaaf, Hasny, Syahab. Dan kalian tau ustadz Al Habsy,
beliau kan asalnya dari sini, hihihi. Sayang banyak sekali bangunan yang
ditutup, sehingga kita tidak bisa melihat isinya.
Dan siang pun
tiba
Lapar dong, kami
diajak ke bantaran sungai Musi untuk mencicipi pindang patin mbok War, yang
menurut saya biasa aja, mungkin karena lapar ya jadi enak hhhh... sebetulnya
saya nggak begitu suka patin, karena pernah dengar cerita bapak yang kurang
sedap soal ikan patin, padahal saat itu saya belum pernan makan ikan patin loh,
nah gara-gara cerita Bapak itu saya jadi nggak suka ikan patin maaf ya patin.
Sebegitu dahsyatnya ya efek cerita.
Selepas shalat Zuhur, perjalanan dilanjutkan menuju
Kampung Kapitan, letaknya diseberang dermaga penyebrangan, saya pikir kampung
kapitan itu kampung para kapten gitu hhhh.. soalnya dalam bahasa Ambon Kapitan
itu kan kapten, saya pikir disini ada bangunan kerajaan gitu, tapi ini
kan bukan di Ambon bhambank! Ternyata dahulu pada masa penjajahan
belanda, kawasan ini adalah tempat pertama kalinya warga Tionghoa tinggal. Saat
kami datang rupanya sedang ada perayaan cap go meh jadi padat orang-orang. Ramai
sekali kampung Kapitan saat itu, ada banyak banget atraksi, perlombaan, juga
banyak jajanan :D, tapi sayang saya dah kenyang heuheu.. Padahal saya mupeng
banget pengen nyicipin kepiting krispi. Di kampung Kapitan ini juga kita bisa
melihat bagaimana orang China mempertahankan tradisi mereka.
Sebab banyak tempat yang di skip dalam perjalanan Musi
Trip ini, kami jadi bingung mau kemana lagi selanjutnya, dan keputusan pun
diambil, kita akan shalat asar di masjid Cheng ho, lokasinya nggak jauh dari
stadion Jakabaring tempat parhelatan Asian Games beberapa tahun kemarin. Terinspirasi
dari pelaut Cheng ho masjid ini dibangun dengan nuansa oriental, megah terlihat
dan sangat mewah. Rame banget ya Allah warna masjidnya, udah kayak permen. Sebetulnya
saya sudah men-jamak shalat zuhur dan ashar, syukurnya saya jadi bisa banyak
foto-foto. :D, cuaca sore itu agak mendung, wah.. saya jadi was-was banget ini gimana ntar malem ya, perjalanan masih sangat panjang soalnya., berdoa sajalah semoga dilancarkan acara nanti malam.
rame ya, kayak istana permen |
Sangking lelahnya, sampai salah masuk kamar
Omaygat ya bo.. sangking lelahnya, saya sampe salah
pintu kamar, pantesan dibuka-buka nggak bisa, saya pikir Dini sudah masuk
duluan, saya pencet belnya, nggak ada yang bukain pintu, setelah sadar saya
salah, saya langsung ngibrit. Itu tuh ya
butuh konsentrasi buat memperjelas angka kamar :D, untung aja nggak ada orangnya,
coba kalian bayangin kalau ada orangnya, mau ditaruh dimana muka saya …
Ini Kisah Saya Mengarungi Sungai Musi Tengah Malam
Setelah keliling Palembang seharian, kami segera
kembali ke hotel untuk sekedar istirahat sebentar. Hugh, lelahnya men.. Di
kamar, saya segera selonjoran, mandi pakai air hangat puas-puas, dan ganti baju,
lalu istirahat bentar, ya.. nggak sampai tidur sih. Segera shalat maghrib
dan isya, kami segera kumpul di lobby, karena kami akan makan malam di martabak
Har.
ngeliatin cara bikinnya |
Kabarnya sih ini martabak legend di Palembang, pertama kali liat martabak
Har itu waktu ada tim kuliner sebuah stasiun TV swasta, sebagaimana tim
penyantap yang sangat lebay itu berhasil bikin saya ngiler, sejak saat itu saya
mencatat dalam otak, kalau ke Palembang harus mampir ke martabak Har. Cara
membuatnya sih hanya memipihkan kulit martabak dan diberi 2 butir telur,
dilipat, langsung digoreng, nggak dikasih bumbu apa-apa. Sebagai perasa,
martabak itu dikasih bumbu kari (karinya itu kayak kari orang Malaysia gitu,
kalau ada yang sudah pernah makan kari di Malaysia, nah bayangkanlah), tidak
hanya kuah kari sebagai pelengkap, bahkan di setiap meja ada kuah cuka -hah,
cuka lagi :D- bertabur potongan cabe hijau.
ini penampakan setelah jadi |
Tapi memang lidah mungkin kurang cocok, sayanya nggak begitu doyan, rasanya
aneh gitu, makan kulit lumpia diisi telor tanpa bumbu dan hanya dimakan pakai
kare. Tapi karena bahaya mubazir, akhirnya dihabiskanlah, satu-satunya motivasi
saya menghabiskan kari itu adalah teman sebelah yang makan lahap banget dan
ludes nggak bersisa, *ya iyalah, dia orang Palembang asli, pasti dia doyan
banget beb T_T.. nah karena nggak biasa makan malam, makan satu aja kenyang
bangeeeet, byuuuh.. Tapi, bagi orang yang biasa makan nasi, makan martabak ini
kayak nggak berasa apa-apa, temen saya aja makannya sampai nambah 2x :D
Lalu apakah kita pulang?
Tidak sodara-sodara, karena perjalanan akan
dilanjutkan ke pulau Kemaro, yess.. Kita akan meliput perayaan Cap go meh
disana. Pulau Kemaro ini merupakan sebuah delta kecil di sungai Musi, kira-kira
6 KM dari Jembatan Ampera, kalau nyebrang pakai kapal kira-kira 45 menitanlah,
saya nggak tahu pasti karena mata udah ngantuk jadi nggak begitu memperhatikan
jam.
diseger-segerinlah, :D |
Karena perayaan Cap go meh di pulau Kemaro itu
ramainya malam, ya otomatis kita berangkatnya malam, padahal mata udah 5 watt
pengen banget bobo, tapi ini tugas negara jadi mata dikuat-kuatin hahahaha.. -semangat
ya kak- Dan yang saya takjub, sampai jam 1 malam pun pulau Kemaro masih
penuh orang, membludak, sampai nafas pun susah karena dimana-mana dupa terbakar
dan kembang api meletus-meletus di langit tanpa henti, persis perayaan tahun
baru. Berada di pulau ini saat banyaknya
warga Tionghoa saya jadi merasa mendarat di daratan China antah berantah di
daerah Palembang, dan orang-orang lokal berasa turis-turis asing yang ikutan
gabung. Di pulau Kemaro selain keliling-keliling, saya melihat sebentar drama
komedi Hokian, yah walaupun nggak ngerti mereka ngomong apaan saya berusaha
menikmati.
rame banget kan gaes |
Sayangnya, kami hanya diberi waktu setengah jam untuk
melihat-lihat kondisi terkini perayaan Cap Go Meh di pulau Kemaro itu, karena pada
jam 12 nanti kapal yang mengangkut kita sudah tidak beroperasi. Lalu yang
menjadi pertanyaan, ratusan manusia di pulau Kemaro ini pulang naik apa ya
kalau kapalnya aja sudah nggak ada? Konon kabarnya mereka mencarter kapal
udah sampe di Kemaro tu jangan lupa buat foto disini ya |
Alhamdulillah bak cinderela, kita pulang jam 12
-lewat-, terngantuk-ngantuk di atas alunan ombak Sungai Musi dan merasakan
jalanan Palembang tengah malam yang sangat sepi, tapi tetap ramai dengan
kulinernya. Sampai hotel saya nggak tahan karena mungkin terlalu berdebu sebab
dupa-dupa di pulau Kemaro, saya langsung mandi air hangat puas-puas dan tidur
tepat jam setengah 2 pagi.. Hoaheem.. mudah-mudahan nggak kesiangan besok ya
Allah T_T
pasti merasakan pempek pak raden .
ReplyDeletekalau wisata ke Palembang kalau gak foto di jembatan ampera rasanya kurang puas ya.
ReplyDeleteSaya juga baru tau ternyata ada situs peninggalan kerjaan jawa dan ada makam kerajaan juga. Jadi bisa belajar sejarah juga. seru ya...
Pernah sekali ke Palembang cmn ngerasain LRT ma menikmati jembatan Ampera malam hari. Gak ngerti kalo ada paket Musi trip. nice post mba
ReplyDeleteAku masih keinget ngantuk-ngantuk sampe ketiduran di perahu yang bawa kita balik ke Palembang tengah malem itu. Hahaha.
ReplyDelete