Friday, 29 May 2020

Bayangkan Jika Pandemi Terjadi Di Tahun 90an




Sangking lamanya corona datang di Indonesia, sampai-sampai nulis ini bisa disave berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, ketika buka laptop, pandemi belum juga selesai, byuhh.. Yes, pandemi corona datang ditengah kemoderenan bangsa ini, ketika gadget sudah sedemikian canggih, pulsa murah, beragam tontonan, kemudahan tukang makan datang kerumah, peralatan rumah tangga,
kantor, sekolah yang semakin modern, dan banyak lainnya, tapi tetap yang namanya manusia memang sejatinya bersosialisasi, dikurung seminggu masih betah, dua minggu masih betah, mulai minggu ke tiga kejenuhan melanda, padahal kalau dipikir-pikir kita hidup sudah di jaman serba ada apalagi yang dipusingkan? Tapi itulah manusia ya, selalu merasa kurang. Tunggu, ini pandemi terjadi di jaman serba modern, coba bayangkan ketika pandemi ini datang di tahun 90an, kalian bisa apa?

Pelajar-Mahasiswa
Saat sekolah harus dirumah saja, bagaimana cara guru mengecek tugas anak-anak muridnya? Bagaimana antara guru dan murid bisa saling berkoordinasi memberi tugas, mengumpulkan tugas secepat kedipan mata seperti –seolah-olah sedang sekolah betulan-. Tidak ada smartphone yang berkamera untuk merekam aktifitas murid di rumah, yang ada hanya telpon rumah, betapa repotnya guru-guru harus menelepon satu-satu murid-murid, atau kalau nggak mau ketinggalan info, murid-murid yang saling menelepon teman-temannya. Kepastian masuk dan libur juga jadi tidak jelas, bisa jadi masyaarakat hanya tau dari berita dan info mulut ke mulut. Anak-anak yang jenuh kemudian bingung dan mati gaya harus ngapain lagi, ketika anak-anak jaman now bisa nonton beraneka macam kartun di Youtube, main game di smartphone mereka, video call, main tiktok, anak-anak tahun 90a paling banter cuma bisa baca buku, nulis-nulis diary, atau kalau punya mesin ketik, nulis deh..

Pekerja kantoran
Nggak ada istilahnya, pekerjaan bisa dibawa kerumah. Sebab jaman dulu laptop hanya dimiliki orang-orang berduit, nggak seperti sekarang, siapa saja punya laptop, sebab hanya dengan harga 3-4 juta saja mereka sudah memilikinnya, sama seperti harga handphone yang rada canggih. Dengan uang kurang dari 3 juta saja, kita semua sudah punya handphone berkamera canggih. Atau mau bawa komputer kerumah? Yakin mau bawa-bawa monitor, cpu, keyboard, mesin printer yang serba besar kerumah? Berarti mindahin isi kantor ke rumah dong. Bagaimana dengan koordinasi pekerjaan, rapat bla..bla… kalau sudah selesai bagaimana? Kan tetap harus ke kantor, email? Emangnya dulu ada? Ada sih kalau nggak salah, pakai Microsoft outlock ya, tapi itu nggak semua orang ngerti pakainya, karena internet pun belum tersosialisasi. Karena kita terbiasa bekerja dengan  cara manual, jadi ya pasti physical distancing tidak akan bisa dicegah, karena orang-orang akan tetap pergi ke kantor.

Ibu-ibu dirumah
Saat pandemi terjadi, ibu-ibu jaman now berlomba-lomba share resep di medsos, dan itu menjadi sebuah ajang penguatan satu dengan yang lainnya. Ibu-ibu yang lain bisa ikutan mencoba resep dari ibu yang lainnya, dan ini semacam bisa menghabiskan waktu. Coba di tengah tahun 90an, mau liat resep nonton apa? Siska Suwitomo? Atau Rudi Choirudin? Byuh, nggak setiap hari mereka nongol di TV. Ketika ibu-ibu ramai nonton Drakor pakai ponsel-ponsel mereka, ibu-ibu jaman dulu paling banter hanya bisa nonton sinetron di TV, itu pun kalau nggak rebutan sama anak dan suami. Yah paling ibu-ibu jaman dulu akan menghabiskan waktu dengan membuat kue, merajut, menjahit, membuat prakarya dll untuk menghabiskan waktu. Saya rasa ibu-ibu jaman dulu mungkin akan lebih produktif dibanding ibu-ibu jaman sekarang.

Orang-orang yang pacaran
Mungkin yang sepatutnya dikatakan bucin itu ya orang-orang jaman dulu, ketika melihat pagar rumah orang yang dicintainya aja sudah senang setengah mati. Bayangin aja kalau covid 19 melanda tahun 90an, kalian nggak akan bisa video call berjam-jam, Whatsappan, kirim-kirim video, voice call. Mungkin satu-satunya yang bisa menyatukan kalian ya hanya telpon rumah, itu pun kalau nggak ada yang nguping atau berdehem-dehem di samping tanda kelamaan. Kalian bener-bener akan merasakan jadi bucin kalau corona datang di tahun 90an deh, so.. beneran lebay dan alay dan manjah sekali yah, anak-anak sekarang yang bilang corona memisahkan kita, preet.. Saya sih kalau pacaran di jaman ini yakin bosan sekali, karena tiap detik bisa Whatsappan, video call, kirim-kirim voice, apa serunya. Kangen bisa diatasi dengan kuota banyak, nggak seperti jaman dulu yang bener-bener kangen kalau nggak ketemu, sebab telepon belum dilengkapi kamera buat main video-videoan :D

Orang-orang yang jualan
Di tengah pandemi ini banyak orang yang memutar otak untuk berjualan online, padahal sebelumnya nggak pernah menjajakan barangnya melalui media online, nah gara-gara pandemi ini mau nggak mau mereka harus berinovasi. Contohnya aja tukang sayur, nggak sedikit tukang sayur yang melayani pembelian secara online, pelanggan tinggal w.a ingin sayur apa, kang sayur beliin, nanti tinggal diantar, coba ini terjadi di jaman 90an, gimana mau beli sayur? Mau nggak mau orang-orang harus tetap ke pasar kalau nggak ya banyak keluarga Indonesia yang kelaparan. Paling banter untuk menghindari physical distancing solusinya mengkoordinir satu orang dalam beberapa rumah untuk ke pasar dan membelikan barang-barang pesenan, dan di rolling. Ada juga tukang cukur yang sebelumnya hanya menerima pelanggan di salon, karena corona mereka mencari cara agar tetap laris manis, dengan media sosial mereka menerima panggilan datang kerumah. Media sosial ini kemudian yang menjadi alat bantu orang-orang yang jualan, coba corona terjadi pada tahun 90an, bagaimana orang bisa tetap berdagang tanpa bantuan media sosial?

kang cukur yang bisa dipanggil kerumah 

Media
Mungkin jaman dulu akan meminimalisir berita hoax karena nggak akan ada media sosial, tapi bayangkan jika corona ada di tahun 90an, masyarakat hanya bisa dapat berita dari koran dan televisi, belum ada gadget, belum ada internet, belum ada info sana-sini yang bisa membantu. Masyarakat hanya diam nunggu berita melalui TV saja, bayangkan betapa kecemasan datang melanda, jika satu rumah hanya memiliki satu TV, ketika ibu ingin nonton sinetron, anak ingin nonton kartun dan bapak ingin nonton berita, bisa dibayangkan semuanya berebut ingin menghibur diri, bisa jadi tingkat stress lebih besar pada saat itu, bisa-bisa semuanya hanya duduk diam di depan TV menanti ingin mendapatkan berita

Ya entah sampai kapan musibah ini akan berakhir, yang jelas banyak-banyaklah bersyukur karena kita hidup di era moderenisasi, yang dimana seharusnya tingkat stress lebih bisa diminimalisir sebab kita punya banyak sekali hiburan. Kalau kalian mengeluh hari ini stress karena kurang hiburan coba bayangkan jika kamu hidup di tahun 90an dan corona datang pada saat itu, menyeramkan bukan?

5 comments :

  1. Bener juga ya mba. Mungkin jika corona muncul di tahun 90an, sya bisa depresi. Hehehe. Ah tapi jgn sampailah, kan ada agama sebagai penguat iman kita.

    ReplyDelete
  2. Dlm sjarah udh bbrapa x trjdi wabah besar & kita ada skrg mnjdi bukti bhwa sjarahnya mnusia bsa lwati sgala cbaan trmsuk mghadapi wabah penyakit.

    ReplyDelete
  3. betul juga ya, sekarang banayk dimudahkan juga dg adanya teknologi ya

    ReplyDelete
  4. Itulah Maha Baiknya Allah, pandemi nggak dikasih pas tahun 90an. Kalau terjadinya di 90an paling saya beli dan nyewa buku banyak-banyak buat dibaca di rumah.

    ReplyDelete
  5. ndak bisa bayangin, soalnya blm lahir tahun 90an :D

    ReplyDelete

Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)