Sangking lamanya
corona datang di Indonesia, sampai-sampai nulis ini bisa disave
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, ketika buka laptop, pandemi belum juga
selesai, byuhh.. Yes, pandemi corona datang ditengah kemoderenan bangsa ini,
ketika gadget sudah sedemikian canggih, pulsa murah, beragam tontonan,
kemudahan tukang makan datang kerumah, peralatan rumah tangga,
kantor, sekolah
yang semakin modern, dan banyak lainnya, tapi tetap yang namanya manusia memang
sejatinya bersosialisasi, dikurung seminggu masih betah, dua minggu masih
betah, mulai minggu ke tiga kejenuhan melanda, padahal kalau dipikir-pikir kita
hidup sudah di jaman serba ada apalagi yang dipusingkan? Tapi itulah manusia
ya, selalu merasa kurang. Tunggu, ini pandemi terjadi di jaman serba modern,
coba bayangkan ketika pandemi ini datang di tahun 90an, kalian bisa apa?
Pelajar-Mahasiswa
Saat sekolah harus
dirumah saja, bagaimana cara guru mengecek tugas anak-anak muridnya? Bagaimana
antara guru dan murid bisa saling berkoordinasi memberi tugas, mengumpulkan
tugas secepat kedipan mata seperti –seolah-olah sedang sekolah betulan-. Tidak
ada smartphone yang berkamera untuk merekam aktifitas murid di rumah, yang ada
hanya telpon rumah, betapa repotnya guru-guru harus menelepon satu-satu
murid-murid, atau kalau nggak mau ketinggalan info, murid-murid yang saling
menelepon teman-temannya. Kepastian masuk dan libur juga jadi tidak jelas, bisa
jadi masyaarakat hanya tau dari berita dan info mulut ke mulut. Anak-anak yang
jenuh kemudian bingung dan mati gaya harus ngapain lagi, ketika anak-anak jaman
now bisa nonton beraneka macam kartun di Youtube, main game di smartphone mereka,
video call, main tiktok, anak-anak tahun 90a paling banter cuma bisa baca buku,
nulis-nulis diary, atau kalau punya mesin ketik, nulis deh..
Pekerja kantoran
Nggak ada
istilahnya, pekerjaan bisa dibawa kerumah. Sebab jaman dulu laptop hanya
dimiliki orang-orang berduit, nggak seperti sekarang, siapa saja punya laptop,
sebab hanya dengan harga 3-4 juta saja mereka sudah memilikinnya, sama seperti
harga handphone yang rada canggih. Dengan uang kurang dari 3 juta saja, kita
semua sudah punya handphone berkamera canggih. Atau mau bawa komputer kerumah?
Yakin mau bawa-bawa monitor, cpu, keyboard, mesin printer yang serba besar
kerumah? Berarti mindahin isi kantor ke rumah dong. Bagaimana dengan koordinasi
pekerjaan, rapat bla..bla… kalau sudah selesai bagaimana? Kan tetap harus ke
kantor, email? Emangnya dulu ada? Ada sih kalau nggak salah, pakai Microsoft
outlock ya, tapi itu nggak semua orang ngerti pakainya, karena internet pun
belum tersosialisasi. Karena kita terbiasa bekerja dengan cara manual, jadi ya pasti physical distancing tidak akan bisa
dicegah, karena orang-orang akan tetap pergi ke kantor.
Ibu-ibu dirumah
Saat pandemi
terjadi, ibu-ibu jaman now berlomba-lomba share resep di medsos, dan itu
menjadi sebuah ajang penguatan satu dengan yang lainnya. Ibu-ibu yang lain bisa
ikutan mencoba resep dari ibu yang lainnya, dan ini semacam bisa menghabiskan
waktu. Coba di tengah tahun 90an, mau liat resep nonton apa? Siska Suwitomo?
Atau Rudi Choirudin? Byuh, nggak setiap hari mereka nongol di TV. Ketika
ibu-ibu ramai nonton Drakor pakai ponsel-ponsel mereka, ibu-ibu jaman dulu
paling banter hanya bisa nonton sinetron di TV, itu pun kalau nggak rebutan
sama anak dan suami. Yah paling ibu-ibu jaman dulu akan menghabiskan waktu
dengan membuat kue, merajut, menjahit, membuat prakarya dll untuk menghabiskan
waktu. Saya rasa ibu-ibu jaman dulu mungkin akan lebih produktif dibanding
ibu-ibu jaman sekarang.
Orang-orang yang pacaran
Mungkin yang
sepatutnya dikatakan bucin itu ya orang-orang jaman dulu, ketika melihat pagar
rumah orang yang dicintainya aja sudah senang setengah mati. Bayangin aja kalau
covid 19 melanda tahun 90an, kalian nggak akan bisa video call berjam-jam,
Whatsappan, kirim-kirim video, voice call. Mungkin satu-satunya yang bisa
menyatukan kalian ya hanya telpon rumah, itu pun kalau nggak ada yang nguping
atau berdehem-dehem di samping tanda kelamaan. Kalian bener-bener akan
merasakan jadi bucin kalau corona datang di tahun 90an deh, so.. beneran lebay
dan alay dan manjah sekali yah, anak-anak sekarang yang bilang corona
memisahkan kita, preet.. Saya sih kalau pacaran di jaman ini yakin bosan
sekali, karena tiap detik bisa Whatsappan, video call, kirim-kirim voice, apa
serunya. Kangen bisa diatasi dengan kuota banyak, nggak seperti jaman dulu yang
bener-bener kangen kalau nggak ketemu, sebab telepon belum dilengkapi kamera
buat main video-videoan :D
Orang-orang yang jualan
Di tengah pandemi
ini banyak orang yang memutar otak untuk berjualan online, padahal sebelumnya
nggak pernah menjajakan barangnya melalui media online, nah gara-gara pandemi
ini mau nggak mau mereka harus berinovasi. Contohnya aja tukang sayur, nggak
sedikit tukang sayur yang melayani pembelian secara online, pelanggan tinggal
w.a ingin sayur apa, kang sayur beliin, nanti tinggal diantar, coba ini terjadi
di jaman 90an, gimana mau beli sayur? Mau nggak mau orang-orang harus tetap ke
pasar kalau nggak ya banyak keluarga Indonesia yang kelaparan. Paling banter
untuk menghindari physical distancing
solusinya mengkoordinir satu orang dalam beberapa rumah untuk ke pasar dan
membelikan barang-barang pesenan, dan di rolling. Ada juga tukang cukur yang
sebelumnya hanya menerima pelanggan di salon, karena corona mereka mencari cara
agar tetap laris manis, dengan media sosial mereka menerima panggilan datang
kerumah. Media sosial ini kemudian yang menjadi alat bantu orang-orang yang
jualan, coba corona terjadi pada tahun 90an, bagaimana orang bisa tetap
berdagang tanpa bantuan media sosial?
kang cukur yang bisa dipanggil kerumah |
Media
Mungkin jaman dulu
akan meminimalisir berita hoax karena nggak akan ada media sosial, tapi
bayangkan jika corona ada di tahun 90an, masyarakat hanya bisa dapat berita
dari koran dan televisi, belum ada gadget, belum ada internet, belum ada info
sana-sini yang bisa membantu. Masyarakat hanya diam nunggu berita melalui TV
saja, bayangkan betapa kecemasan datang melanda, jika satu rumah hanya memiliki
satu TV, ketika ibu ingin nonton sinetron, anak ingin nonton kartun dan bapak
ingin nonton berita, bisa dibayangkan semuanya berebut ingin menghibur diri,
bisa jadi tingkat stress lebih besar pada saat itu, bisa-bisa semuanya hanya
duduk diam di depan TV menanti ingin mendapatkan berita
Ya entah sampai
kapan musibah ini akan berakhir, yang jelas banyak-banyaklah bersyukur karena
kita hidup di era moderenisasi, yang dimana seharusnya tingkat stress lebih
bisa diminimalisir sebab kita punya banyak sekali hiburan. Kalau kalian
mengeluh hari ini stress karena kurang hiburan coba bayangkan jika kamu hidup
di tahun 90an dan corona datang pada saat itu, menyeramkan bukan?
Bener juga ya mba. Mungkin jika corona muncul di tahun 90an, sya bisa depresi. Hehehe. Ah tapi jgn sampailah, kan ada agama sebagai penguat iman kita.
ReplyDeleteDlm sjarah udh bbrapa x trjdi wabah besar & kita ada skrg mnjdi bukti bhwa sjarahnya mnusia bsa lwati sgala cbaan trmsuk mghadapi wabah penyakit.
ReplyDeletebetul juga ya, sekarang banayk dimudahkan juga dg adanya teknologi ya
ReplyDeleteItulah Maha Baiknya Allah, pandemi nggak dikasih pas tahun 90an. Kalau terjadinya di 90an paling saya beli dan nyewa buku banyak-banyak buat dibaca di rumah.
ReplyDeletendak bisa bayangin, soalnya blm lahir tahun 90an :D
ReplyDelete