Suami memang tidak pernah menuntut saya untuk selalu masak, kalau sempat ya masak, kalau nggak bisa ya jangan dipaksakan. Belakangan ketika saya dinyatakan hamil saya hanya sesekali memasak, ibu hamil kalau kelamaan berdiri kan kakinya bisa bengkak, nah saya menghindari itu. Setelah punya bayi pun demikian. Lebih baik saya catering daripada anak-anak nggak terurus.
Plis, jangan bully saya, karena kemampuan orang dalam
bekerja itu beda-beda. Mungkin ada ibu yang sanggup masak ketika memiliki bayi-anak
banyak, saya tidak. Karena saya gampang sekali lelah. Nggak tau deh, apa
jadinya anak-anak ketika saya seharian mengurus rumah, ngajarin anak yang
daring sebab pandemi, mengurus bayi, ditambah harus memasak –eh iya, belum lagi mengerjakan
deadline-deadline yang kerap hadir setiap harinya, emak blogger pasti merasakan
ini-, mungkin ibu akan jadi singa dan mereka jadi santapannya :D :D :D,
nggak kebayang trauma inner child
mereka rusaknya kayak apa di masa depan, sebab ibu yang suka marah-marah sebab
kelelahan mengurus rumah. Oke, itu sekedar opening,
back to topic ya :D
Hari ini rupanya langganan catering saya
nggak bisa masak, lalu saya memutuskan untuk go food saja di warung langganan. Warung langganan ini memang luar
biasa ramai, memang sih rasanya enak dan pas banget di lidah. Dan benar saja,
abang ojol berkata,
“Bu lagi ramai nih, sabar ya bu”
“Oke bang saya shalat dulu ya?”
Ealah pas lagi ingin shalat bayi saya
rewel, ya sudah wudhu pun dibatalkan. Tak lama abang ojol datang, melihat saya
berkerudung dia mengucapkan salam, lalu dengan sopan dia berkata,
“Maaf bu mengganggu shalat ya?” padahal
saya tidak sedang shalat dan belum shalat, karena bayi saya rewel jadi lama kan
keluarnya :D buru-buru saya memakai masker dan keluar.
“Maaf ya bu lama, antrinya panjang sekali,
ini aja ada dari Grab beberapa orang dan Gojek beberapa orang” dia sopan
sekali, dan permintaan maafnya tulus.
“Iya bang, nggak apa-apa bang, santai aja
bang” jujur saya nggak pernah sama sekali mempermasalahkan lama atau
sebentarnya abang-abang ojol ini mengantri makanan, yang terpenting makanan
sampai dengan selamat dirumah saja udah syukur banget. Mungkin ada diluaran sana
orang-orang yang nggak santuy
menunggu makanan datang dan marah-marah ke abang ojolnya. Itu biarlah mereka
seperti itu yang terpenting saya jangan, jangan sampai saya nyakitin hati si
abang, bisa-bisa suatu hari Allah balas saya disakitin orang, kan ngeri. Ibu
saya pernah berpesan, kalau kamu
memperlakukan orang, bayangkan diri kamu diperlakukan serupa seperti yang kamu
lakukan ke orang tersebut, bagaimana rasanya. Saya selalu ingat nasehat
ini, bagaimana kalau saya jadi abang ojol dan saya diomelin, pasti sakit banget
rasanya. Dan Karena kasihan saya pun memberi tip buat abangnya, nggak besar
hanya 5000 rupiah.
“Bang, ini buat abang, kasihan abangnya
sudah nungguin lama” sungguh saya nggak pernah tega dengan abang-abang gojek
yang nungguin lama di resto. Melihat 5000 rupiah yang saya sodorkan, mata si
abang berbinar-binar.
“Ya Allah, makasih banyak ya bu, sekali
lagi makasih banyak ya bu, semoga berkah rejekinya. Ini lumayan buat tambahan
saya makan bu, terimakasih sekali lagi ya bu” sebetulnya saya sudah melebihkan
kembalian untuk si abang, tapi apa salahnya menambah tip untuk si abang. Toh
yang saya beri tip kan bukan perusahaannya tapi pekerjanya. Kalau buat
perusahaannya saya mikir lagi sih, lebih baik enggak, karena mereka sudah lebih
kaya kan dari pekerjanya :D
“Iya bang sama-sama” saya langsung masuk
ke dalam, si abang masih saja mengucapkan terimakasih yang hanya saya balas
dengan lambaian tangan.
Seketika hati saya mencelos dan menangis,
hanya lima ribu, bagi saya itu tidak besar. Tapi bagi orang yang membutuhkan
itu besar sekali nilainya. Ya Allah betapa dunia ini penuh dengan ujian dan
tipu daya, menipu bagi kita yang terlena, dan ujian bagi mereka yang terpilih.
Berkali-kali saya berdoa, semoga abang ojol tadi diberikan kesehatan, umur panjang
dan semoga dia jadi kepala keluarga yang bertanggung jawab untuk keluarganya. Sungguh
saya sedih membawa lauk ratusan ribu di tangan sementara si abang menerima 5000
saja bahagianya bukan main, seharian saya memikirkan peristiwa ini dan
kehidupan si abang.
Seketika saya langsung berfikir, jika kita
ditakdirkan berkecukupan, itu tandanya kita dipercaya olehNya untuk memberikan
sebagian rezeki kita pada mereka yang tak seberuntung kita. Alhamdulillah jika
sampai hari ini kita tidak mengalami kesusahan-kesusahan itu, badan sehat anak
sehat, keluarga sehat, masih bisa makan, bisa nafas, rumah nyaman, ya Allah itu
benar-benar nikmat, benarlah apa yang dikatakan Rasul, “Jika kita menghitung
karunia-karunia Allah kepada kita, kita tak akan pernah sanggup” sangking
banyaknya, coba deh kalian menghitung dalam sehari aja dari pagi hingga pagi
lagi bisa nggak menghitung rejeki Allah dalam setiap detiknya, pasti nggak akan
sanggup. Maka, jangan pernah berhenti mengucap Alhamdulillah, setiap kita
teringat karunia yang pernah Allah kasih. Lalu teringat lagi, apa jadinya jika
Allah mencabut semua kepercayaan itu? Apa jadi nya kita tidak bisa merasakan
kenikmatan yang pernah Allah kasih, T_T
Bersyukurlah hari ini, apapun kondisimu,
percayalah itu adalah sebuah anugrah yang nikmatnya tak dapat kita beli.
Bersyukurlah dengan kondisimu, sesulit
apapun kamu, lihat dibalik kesulitan-kesulitan kamu, apa yang kamu dapat hari
itu, niscaya kita tidak akan pernah sedih jika ditimpa kesulitan-kesulitan.
Saya
simpan kisah ini sebagai pengingat diri, jika sewaktu-waktu saya pelit sama
orang
Post a Comment
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)