Cerita ini banyak sekali plotwistnya, bagaimana cara Allah memberikan rezeki pada umatnya dengan cara yang tak disangka-sangka. Walaupun kamu tidak menginginkannya, tapi kalau sudah menjadi rezekimu dia tidak akan tertukar. Kamu harus baca!
Cerita ini sebenernya sudah lama, tahun
kemarin tepatnya, tapi baru bisa gue ceritain sekarang, waktu nyokap main ke
Bekasi tahun 2023. Jadi nyokap sudah pindah ke Solo beberapa tahun sebelum
covid datang, alasannya ya.. karena bokap dah pensiun dan Solo adalah kota yang
sangat murah dari segi biaya hidup dan ramah untuk orangtua yang sudah sepuh.
Selain warganya masih santun-santun, kayaknya nggak ada umpatan kasar bilamana
terjadi macet dijalan-jalan. Amanlah buat jantung, nggak kayak di Jakarta wkwk...
Sebagaimana orang yang sudah lama pindah, saat
datang lagi tentu saja tujuan utama adalah silaturahim. Dan gue pun menemani
nyokap silaturahmi kerumah tetangga lama. Silaturahmi pertama adalah kerumah
tetangga persis depan rumah gue, kebetulan mereka membuka toko di samping
rumahnya, toko pakaian dan aksesoris tepatnya. Tidak jauh dari rumahnya, mereka
juga membuka kedai makan, tapi itu milik anaknya sih. Usaha mereka ini sudah
berjalan cukup lama, kayaknya dari gue mulai SMA.
Gue percaya ya, kalau silaturahmi itu membuka
pintu rejeki, pas mau pulang, anak gue menunjuk sebuah tas selempang biru yang
kalau dibanderol harganya Rp. 50.000 (di toko itu), "Bu aku mau itu
bu.." ucap si ade. Bunda sang pemilik toko tersebut (begitu gue
menyebutnya) langsung berkata, "Dah ambil ga usah bayar, ade mau apa
lagi?" mau apa lagi katanya. Gue dengan halus menolak pemberian bunda,
"Ga usah bun, namanya juga anak-anak banyak maunya"
"Nggak apa-apa, kan jarang ini ya
main" serta merta bunda mengambil tas itu dan memberikannya pada ade, itu
juga masih ditawari macam-macam, tentu saja gue menolak. Pulang dari rumah
bunda, si ade merengek ingin makan, daripada kejauhan cari makan, kami
memutuskan untuk makan di kedai milik anaknya bunda, tak ada pikiran apa-apa
saat itu. Selesai makan ya kami bayar, gue niatkan makan disitu sebagai
penambah rezeki buat anaknya bunda, tapi tau apa yang terjadi? Bunda menelepon
salah satu karyawannya dan bilang, "Itu, tamu yang makan disitu nggak usah
bayar", omaygat... See, bagaimana Allah menjamin rezeki silaturahmi. Eh,
nggak sampai disitu, waktu kami silaturahmi ke tetangga lainnya yang mereka
memiliki warung, pada saat gue ingin beli jajanan untuk ade, gue diberikan
cuma-cuma.
"Hayo yang mana lagi? Ambil aja terserah
mau yang mana" kata beliau begitu.
"Nggak bu, sudah cukup aja"
"Nggak apa-apa hayo ambil lagi, sedikit
banget itu jajannya" duh ya bukannya menolak rejeki, bocah kecil kalau
terlalu banyak makan manis-manis kan mengkhawatirkan. Jadi ya, gue ambil
secukupnya saja untuk ade.
Selain mengunjungi tetangga gue, ada banyak
destinasi yang kita kunjungi, kayak nengok adek gue yang punya bengkel di
Tambun (yang nyarinya setengah mati heuheu), lalu sepulang dari situ kita
mampir Metropolitan Mall karena gue udah niat pengen beliin nyokap ponsel dan
adik gue yang bontot untuk keperluan kuliahnya. Katanya, ponsel nyokap udah
sering hang, ya.. sebagaimana perasaan gue sebagai anak yang mampu membelikan
itu untuk nyokap, gue ngerasa terenyuh dan kasian. Gue percaya Allah akan
memberi kita rejeki turah-turah kalau kita berbakti pada orangtua, lebih-lebih
itu kepada ibu.
Pas pulang tau-tau sudah menjelang maghrib.
Selama nyokap disini, untuk akomodasi perjalanan itu kami pinjam mobil
keponakan nyokap yang kebetulan banget nggak pernah dipakai dan dititipkan pada
anaknya, kami mengembalikan hari itu juga karena si pemilik meminta
dikembalikan. Okelah, artinya nggak boleh pinjam lama-lama hehe.. Harus faham
ya bahasa tubuh orang. Ba'da maghrib mobil itu kita kembalikan dan kita pesan
grab untuk pulang kerumah.
Plot twist kehidupan pun dimulai..
Karena seharian pergi, maka yang dirumah
terabaikan dong, kemudian gue pun menghubungi paksu,.
"Bah mau makan apa nih" setelah
diskusi yang cukup alot terputuskanlah makan sate deket rumah yang buka cabang
baru di Bekasi. Sate itu enak dan sangat familiar. Setelah tau tempatnya,
kemudian menu dipilih, klik pesen dong, oke tugas selesai. Alhamdulillah nggak
perlu pesen-pesen lagi tinggal duduk manis, dan orang rumah pun bisa makan.
Dilain pihak karena Nawa cape pergi seharian, dia nangis nggak
berhenti-berhenti, pengen pulang, tantrum, mungkin karena belum mandi,
kesel, ngantuk, campur aduk deh ya. Anak-anak kan kalau sudah ngerasa nggak
nyaman kan pasti rewel banget. Sejujurnya gue sudah mencoba tenang, karena
posisinya - lagi dirumah orang, - pesen grab blum datang-, - pesen makan juga -
Nawa teriak-teriak nangis, - yang dirumah sudah kelaperan-, -eh si tuan rumah
cemberut aja- nggak ngerti juga apa yang dicemberutin, padahal itu mobil kan
mobil mertuanya yang merupakan kakak sepupu gue. Mobilnya udah gue bersihkan
juga sampe kinclong yang sebelumnya, gila dekil banget woy. Oh mungkin karena
cape baru pulang kerja, ya..ya..ya.. Gue berusaha berpositif thinking aja.
Tapi saat ini, gue merasa hampir gila, posisi
terjepit, karena semua butuh perhatian, disaat yang sama, gue merasa harus
tetap waras dan tenang. Beruntunglah kita perempuan dianugrahi kemampuan
multitasking untuk mengelola emosi. Pada akhirnya grab datang, kita pulang, dan
Alhamdulillah Nawa berhenti nangis karena sudah dipelukan ibunya. Gue merasa
satu-satu masalah terurai Tinggal memantau kedatangan si tukang grab yang
nganter makan.
Tapi lama-lama kok ada yang aneh. Padahal,
warungnya deket, nggak sampe satu kilo dari rumah, kenapa abangnya ga
sampe-sampe padahal sudah dijalan. Ini gimana sih apa abangnya nganter orderan
yang lain.
"Udah dimana sayang abangnya?" tanya
suamiku
Pas ditegesin lagi, "ASTAGHFIRULLAH HAL
ADZIEEEM?!! kenapa gue pesen sate di Tanjung Barat.." Gilaaa 16 kilooo loh
jaraknya dari Bekasi. Pantes kok muahal tenan pas ditotal. Ya Allah
bisa-bisanya nggak teliti sebelum membeli gue.
Nyokap yang ada di jok depan, kaget..
"Kenapa nduk?"
"Ini loh mi, kok bisa-bisanya pesen sate
jauh banget mi, enam belas kilo"
"Lah gimana ceritanya"
"Iya tadi Lukman minta tolong ke aku,
minta beliin sate, aku copy paste dong nama warung yg dia kasih, pas udah pesen
lah kok nggak sampe-sampe, pas nyadar jauh banget"
"Biasanya pesen yg dimana mbak"
tanya supir grab kami
"Yang deket rumah pak, ini aku baru
nyadar pas suami nanya posisi abangnya sudah dimana, katanya kok ga sampe-sampe
padahal didepan jalan aja, deket rumah. Pantesan grab yg pertama cancel.
Mungkin karena terlalu jauh.
Gue dengan terus menggerutu dan menyalahi diri
ditanggapi positif sama bapaknya
"Tapi mbaknya sudah nolong masnya loh
itu. Semakin jauh grabnya pergi dia semakin banyak dapat honor"
"Maksudnya pak?"
"Kalo diatas jam lima sore, setiap
perjalanan diatas lima kilo itu seratus mutiara hijau"
"Kalo seratus itu berapa pak?"
"Kalo lima ratus itu lima puluh
ribu, berarti kalo seratus ya sepuluh ribu"
"Berarti kalo enam belas kilo itu berapa
dia dapetnya itu yah"
"Ya berarti tiga ratus lima puluh,
insentifnya kira-kira tiga puluh lima ribulah, itu belum sama orderan
lainnya" bagi telinga kita memang kedengarannya kecil yah, tapi mana tau
habis dari rumah gue dia ngebolang lagi untuk menambah mutiara hijaunya.
"Bisa jadi emang dia butuh duit, jadi
sejauh apapun diambil"
Ya sudahlah, gue berpositif thingking aja,
mungkin ini cara Allah memberikan rezeki pada hambanya. Kemudian gue langsung
mengabari suami, yah walaupun paksu diseberang sana misuh-misuh wkwk karena
udah laper makanan belum datang.
Gue cuma bisa berdoa, semoga masnya selamat
sampe rumah gue, khawatir juga jalanan ramai. Alhamdulillah, enam belas kilo
kayaknya nggak terlalu jauh, dari pantauan gue abang grab lebih dulu sampe
dibanding gue. Nggak lama, masuklah gue ke wilayah Jati Asih yang merupakan
tempat gue tinggal, dan lo tau apa? Ternyata sate yang dekat rumah buka
sodara-sodara
"Loh ini buka!! Kok di Grab tutup"
"Apa nduk?" tanya ibuku
"Ini loh mi, ini tempat sate yang tadi
aku pesen, buka loh ternyata, tapi di grab tutup"
Duh, seketika otak gue langsung ngeblank.
Seperti ini ternyata Allah mengatur rezekinya. Dia arahkan jempol gue pada
warung yang jauh agar ada hambaNya yang dapat insentif lebih, dilain pihak ada
warung yang dapat rezeki, sementara warung yang gue tuju nggak dapat rezeki.
Seperti itulah memang rezeki tidak akan tertukar.
Beberapa bulan kemudian....
"Mami dah dipake hape barunya?"
tanyaku pada ibu
"Udah dong, untung Manda belikan mami
hape baru. Mami itu ada berucap (berkata, bahasa Banjar) sama teman mami. Kalau
nanti mami punya hape baru, hape mami yang lama ini untuk temen mami. Selama
ini dia nggak punya hape, selalu pakai hape anaknya. Padahal dia rajin setor
wirid" nah, jadi nyokap ini ikut grup pengajian online, dimana ada
kewajiban setor wiridan ngaji. Temen nyokap ini selalu pakai hape anaknya
karena hapenya rusak. Setelah gue belikan hape, hape nyokap yang lama untuk
temannya, dan Alhamdulillah temen nyokap nggak perlu minta tolong anaknya lagi.
Ah, semoga jadi amal jariyah buat gue.
Sampai sini gue yang... Ah.. Rejeki yang
tertakar memang tidak pernah tertukar. Allahumma barik for me :)
Post a Comment
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)