Bukannya apa.. Pengalaman punya pembantu sewaktu masih tinggal sama orangtua
membuatku sangat..sangat trauma. Jadi dulu nyokap itu nonstop punya pembantu,
dari jaman aku masih kecil aku diasuh sama yang namanya mbak Sarni, lupa-lupa
inget orangnya gimana, soalnya aku masih bayi banget tentu saja ya nggak inget
hehe..
Lalu nggak lama mbak Sarni digantikan mbak Minah lengkapnya Aminah asalnya dari Jember, lumayan lama banget ikut sama aku, mungkin ada sekitar 8 tahunan. Aku masih ingat betul paras wajahnya, rambutnya keriting, tubuhnya kurus kering dan dia sangat hormat sama ibuku, pernah sih sesekali dia kesal dan aku jadi pelampiasan kemarahannya wkwk tapi mungkin saat itu aku yang rewel dan dia cape, ya wajar kalau dia kesel. Terus kami pindah ke Samarinda dan mbak Minah ikut, tapi sayang dia lalu dikawinkan dengan pria pilihan keluarganya, sebenarnya dia nggak mau, tapi keluarganya sampai menjemput kerumah. Terakhir mbak Minah ini janji, "Nanti mba Minah beliin mainan ya, kamu mau apa? Barbie?" ingeeet banget dia ngomong begini sambil nangis sesenggukan. Perlakuan mbak Minah yang kadang sabarnya nggak jelas bikin aku berulang kali mikir, nanti kalau aku punya pembantu yang sabarnya nggak kayak mba Minah, gimana ya, secara mbak Minah aja begitu..
Terus lama mami nggak punya pembantu, nggak lama ada pembantu kita laki-laki,
kalau nggak salah namanya Jarkoni, anak santri sebenernya, agamanya baik,
kerjanya juga rapi, tapi sayang dia nggak betah, soalnya kalau tidur suka
diganggu penunggu rumah, dan dia tidur menempati 'sarangnya' si penunggu,
akhirnya dia menyerah, asal tau aja, rumah mami yang di Samarinda sangat
angker, cuma kita yang betah tinggal di situ. Lama kemudian ada Mpok Ti, nah
ini aku nggak kenal banget siapa dia, nggak ngeh juga ada kehadiran orang ini.
Kemudian kita pindah ke Balikpapan, di Balikpapan mami dapat pembantu namanya
mba Nur, kayaknya lengkapnya Nurhayati orangnya baik cuma baperan, kadang kalo
nggak mood dia suka tempramen ga jelas. Aku nggak pernah cocok sama dia, tapi
ajaibnya aku bisa sabar banget ngadepin kelakuannya, dia pun sebaliknya. Kadang
kalo lagi baik ya baik, kadang kalo lagi ngambek beh.. Kayak bocah banget, mba
Nur ini cukup lama tinggal sama kita, dia sudah menjanda lamaaa sekali,
terakhir karena mungkin dia merasa sudah cukup punya uang banyak yang dia
kumpulkan selama bekerja di rumah, mba Nur mulai kenal cowo, dan cowonya ini
suka morotin mba Nur, mokondo lah istilahnya kalo jaman sekarang, kita sudah
memperingatinya berulang kali, tapi dia tetap tidak mau dengar. Akhirnya karena
jengkel, lebih tepatnya sayang sih kalau uang yang sudah ditabung dipakai buat
laki-laki pengangguran dan tukang morotin, ibuku akhirnya memulangkan mba Nur
ke keluarganya yang di Balikpapan.
Nggak berselang dari mba Nur pergi kami kedatangan pembantu lagi, lupa namanya
siapa, dia sabar banget, ngomongnya halus, lembut, kerjanya cepat, cekatan,
teliti, sholatnya rajin, tapi sayang dia punya kekurangan fisik, kakinya
berselaput alias tidak memiliki jari-jari. Aku lupa namanya siapa, yang jelas
kami dekat sekali dan aku pun segan sama dia, baru kali ini punya pembantu aku
bisa segan hahaha.. Kekurangan anggota fisik bukan masalah bagi keluarga kami,
yang penting orangnya mau disuruh kerja. Kita sebetulnya sudah cocok dengan si
mbak ini, bahkan aku senang sekali karena ada teman yang bisa kubawa ke
pengajian. Nggak ngerti kenapa si mbaknya nggak betah dirumah, padahal kita
sudah memperlakukannya dengan baik, dan kita pun tidak ada masalah sebenarnya,
tiba-tiba dia minta pamit pengen balik setelah 3 bulan bekerja Mungkin dia
nggak bisa meninggalkan keluarganya terlalu lama. Ya nggak tahulah, tapi si
mbak ini pembantu paling baik setelah sebelum-sebelumnya mami punya pembantu.
Lupa pastinya,
sepertinya mami pindah ke Balikpapan, dan aku nggak ikut karena sedang
menyelesaikan tugas kuliah disini, kuliah kan nggak bisa pindah rayon kayak
sekolah, jadi ya terpaksa aku ngekost. Di Balikpapan mami punya pembantu orang
Bugis, katanya kalau nyetrika rapi kayak laundryan, dan aku kerap
dibanding-bandingkan sama beliau ini, lupa namanya siapa, tapi si Ibu ini nggak
menginap, hanya datang pagi dan pulang siang.
Nggak lama berselang, satu tahun sekian bulan di Balikpapan mami pindah lagi ke
Bekasi, datang pembantu, orang Betawi, ngomongnya suka nyablak banget, mpok Ros
namanya, tapi kerjanya cekatan, tapi sayang main dukun dan suka klepto. Nanti
aku ceritain ya dipost yang lain, ini kemudian yang bikin aku amat-amat trauma
punya pembantu, takut ketemu yang serupa bagaimana huhuhu. Mungkin mami
kewalahan ngurus rumah, karena dua adik lahir dengan jarak cukup dekat, cuma
beda 11 bulan, mami menghire pembantu lagi, namanya namanya mpok Nisa. Orang
Sunda, rumahnya cukup dekat dengan rumah kami, jadi hemat ongkos kalau mau
kerumah (oh iya, waktu datang mpok Ros rumah tinggal kami masih dikontrakkan
jadi kami memilih ngontrak di tempat lain tepatnya di daerah Galaxy, ga tau
juga kalau ternyata pindah lebih cepat, dan ketika rumah habis masa kontrak
kami pun pindah ke rumah semula di daerah Rawa Lumbu). Mpok Nisa ini lembuuuut
banget, nggak bisa marah, murah senyum, selalu ready mengerjakan apa saja,
anak-anaknya juga semua sopan, mereka semua suka main kerumah. Berdua ini akur
aja selama adik-adik tumbuh besar, kerap bercanda di mana saja, misal mpok ros
nyuci, mpok Nisa yang nyetrika, begitu aja. Sampai akhirnya mpok Ros ketahuan
jahatnya dia diberhentikan.
Mpok Ros dipecat datang
pembantu terakhir bernama mba Nemih, orang Betawi juga, dan baru punya bayi,
jadi sambil bekerja anaknya kerap dibawa, kalian bayangin aja sambil kerja
sambil jagain anak, kasian juga sih dia butuh uang tapi anaknya nggak bisa ditinggal.
Bayangin aja, kadang ibuku yang jagain anaknya wkwkkwk.. Lah ini konsepnya
gimana ya, akhirnya lama kelamaan ibuku tegas sama dia kalau masih mau kerja
anaknya jangan dibawa, dan dia menyanggupinya daripada dipecat ye kan. Tapi
dikit-dikit minta pulang karena khawatir sama anaknya, sebab kakaknya yang
besar mau sekolah. Iyaa.. Si bayi akhirnya dititip ke kakaknya. Ya sudahlah..
Walaupun kerjanya buru-buru masih mending dia mau kerja. Karena pada saat itu
nyari pembantu mulai susah. Biar kata rewel gini ternyata dia betah banget
kerja sama ibuku. Nggak disangka ternyata mpok Nisa dapat musibah, dia
terserempet tronton dan kakinya remuk, sehingga dia tidak bisa lagi bekerja.
Selama itu pula tugas mpok Nisa digantikan mba Nemi, tapi mba Nemi nggak bisa
datang lama-lama, karrna anak-anaknya masih sekolah dan tidak ada yang bisa
diserahi tanggung jawab menjaga adiknya. Tidak lama berselang, mami pun pindah
ke Solo. Dan selesailah drama memiliki pembantu. Ealah, di Solo mami malah
tidak punya pembantu sama sekali, semua dikerjakan sendiri.
Oh iya penasaran ya dengan kisah mpok Ros, lanjut deh di halaman sebelah ye,
panjang banget nih ye kalau diceritain
Post a Comment
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan saya, semoga bermanfaat ya ^^
Mohon komennya jangan pakai link hidup, :)